Category Archives: Musyaffa’ Ad Dariny

Jika Ada Yang Mengaku Bertemu Nabi Khidlir ‘Alaihissalam… Jangan Dipercaya!

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Syeikhul Islam -rohimahulloh- mengatakan:

“JIN juga banyak mendatangi manusia di beberapa tempat, dan mengatakan bahwa dia adalah Khidhir, sehingga orang itu meyakini bahwa memang itu Khidlir, padahal dia hanyalah jin.

Oleh karena itu, setan tidak berani mengatakan kepada seorangpun dari SAHABAT NABI bahwa dia itu Khidhir, dan tidak seorangpun dari sahabat Nabi mengatakan bahwa saya telah melihat Khidhir. Namun hal ini hanya terjadi setelah zaman sahabat, dan semakin akhir zamannya, semakin banyak kejadiannya.

Bahkan jin biasa mendatangi kaum yahudi dan nasrani, dan mengatakan bahwa dia Khidhir. Sehingga kaum yahudi punya sinagok yang dikenal dengan Sinagok Khidhir, begitu pula banyak gereja kaum nasrani dikunjungi oleh Khidhir ini.

Dan Khidir yang mendatangi orang ini berbeda dengan khidhir yang mendatangi orang itu, oleh karenanya diantara mereka ada yang mengatakan bahwa setiap wali itu memiliki Khidhir (sendiri-sendiri), padahal sebenarnya itu hanyalah JIN yang bersamanya”.

[Kitab: Annubuwwat, Syeikhul Islam, hal: 1056-1058].

Syeikhul Islam -rohimahulloh- juga mengatakan:

“Tidak ada Sahabat Nabi yang mengatakan bahwa dia didatangi oleh Khidhir, karena sesungguhnya Khidhir (yang bersama) Musa telah WAFAT…

Dan Khidhir yang banyak mendatangi manusia, itu hanyalah jin yang menyerupakan dirinya dengan rupa manusia, atau manusia pendusta.

Dan tidak mungkin itu malaikat dengan perkataannya “saya adalah Khidir”, karena malaikat itu tidak akan berdusta, tapi yang berdusta hanyalah jin dan manusia… dan Para Sahabat Nabi itu LEBIH ALIM untuk digoda dengan tipuan semacam ini”.

[Majumu’ul Fatawa 1/249].

Potret Tingginya Perhatian Ulama Terhadap NIAT…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Ibnul Lahham -rohimahulloh- mengatakan:

Suatu saat Syeikh (Ibnu Rojab) menjelaskan kepada kami sebuah masalah, dan dia menjelaskannya dengan panjang lebar (sangat rinci), maka aku pun takjub dengan penjelasan tersebut dan kekuatan ilmunya dalam masalah itu.

Lalu setelah itu, aku masuk dalam majelis yang dihadiri para pemuka berbagai madzhab dan yang lainnya, tapi dia tidak bicara sepatah kata pun (dalam masalah itu).

Maka ketika dia berdiri (dari majelis itu), aku mengatakan kepadanya: “Bukankah kamu telah berbicara dalam masalah itu dengan penjelasan (yang panjang lebar dan sangat menakjubkan)?!”

Dia menjawab: “Aku hanya berbicara dengan pembicaraan yang aku harapkan pahalanya, dan aku takut bicara dalam majelis ini”.

[Dzail Thobaqot Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi, hal 39]

———

Subhanalloh… Ulama dahulu, untuk berkata yang baik saja, masih memikirkan niatnya…

Adapun sebagian orang di zaman ini… Pertama: Mereka bukan ulama tapi menganggap dirinya sebagai ulama…

Kedua: Mereka tanpa segan mengatakan atas nama AGAMA walaupun itu kebatilan…

Ketiga: Seringkali niat dunia melatar belakangi statemen-statemen mereka itu.

Wallohu yahdihim wa yarudduhum ilal haq.

Semoga kita bisa selalu menjaga diri dan NIAT kita dalam setiap gerak dan langkah kita, amin.

Jangan TERKECOH…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Jangan TERKECOH… bila ada yang bisa terbang, atau berjalan di atas air, atau kebal senjata, atau bisa menghilang, dst…

=====

Perhatikanlah SEBAB dan TUJUAN keanehan tersebut.

Syeikhul Islam -rohimahulloh- mengatakan:

“Perbedaan antara keduanya, (bisa dilihat) dari sisi sebabnya dan dari sisi tujuannya.

Adapun sebabnya: maka orang-orang yang saleh itu (selalu) menyebut nama Allah, berdzikir mengingatNya, dan melakukan apa yang dicintai Allah, seperti mentauhidkannya dan mentaatinya, sehingga Dia memudahkan hal itu untuknya dengan amalan-amalan tersebut.

Dan tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk menolong Agama, dan berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan.

(Adapun) keanehan yang dilakukan oleh setan-setan, maka itu terjadi disebabkan kesyirikan, kedustaan, dan kemaksiatan.

Dan tujuannya: untuk membantu hal-hal yang semisal dengannya”.

[Annubuwwat, Syeikhul Islam, 2/1002-1003].

Keterangan Syeikhul Islam Rohimahullah Tentang JIN Dan Kebiasaan Mereka…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Jin itu seperti manusia, ada yang mukmin taat, ada yang muslim jahil, atau (muslim) munafik, atau (muslim) pendosa, dan ada juga yang kafir. Setiap jenis ini akan condong kepada yang sejenis dengannya.

Adapun (kekuasaan) yang diberikan Allah kepada (Nabi) Sulaiman, itu di luar kekuasaan jin dan manusia, karena tidak ada seorangpun yang bisa menguasai jin secara mutlak dalam hal kepatuhan kepadanya.

Tidak ada seorangpun yang bisa memanfaatkan mereka kecuali dengan imbalan, bisa jadi imbalan itu berupa tindakan tercela yang disukai jin, atau berupa ucapan yang dapat menjadikan setan tunduk kepadanya, seperti mantera-mantera dan jampi-jampi.

Setiap jin itu ada atasannya, maka bisa jadi mereka melayani sebagian orang karena kepatuhan dia kepada jin yang di atasnya, sebagaimana ada sebagian orang yang melayani orang lain karena perintah penguasa untuk melayaninya, karena sebuah kitab yang bersamanya dari penguasanya, padahal sebenarnya dia tidak suka melayaninya.

Bisa saja (setelahnya) mereka mengambil kitab itu darinya lalu tidak melayaninya, dan bisa saja mereka membunuhnya, atau menjadikannya pesakitan, makanya banyak manusia yang dibunuh jin.

Mereka juga biasa merasuki manusia. (Bisa jadi) tindakan merasuki itu karena perbuatan zina.

Kadang mereka mengatakan bahwa dia mengganggu manusia, karena siraman najis yang mengenai mereka atau karena hal lain, sehingga mereka merasukinya untuk menghukum dan balas dendam.

Kadang mereka melakukan hal itu karena main-main saja, sebagaimana setan dari golongan manusia biasa mempermainkan manusia lain.

Dan jin itu lebih dahsyat sifat setannya, lebih sedikit akalnya, dan lebih banyak kejahilannya.

Jin itu bisa saja menyukai seorang manusia, sebagaimana seorang manusia menyukai manusia lain, sebagaimana seorang lelaki menyukai wanita, dan seorang wanita menyukai lelaki.

Bisa jadi dia cemburu kepadanya, dan melayaninya dalam banyak hal, tapi jika setelah itu dia ‘jadian’ dengan orang lain, bisa saja dia menghukumnya dengan membunuh atau hukuman lain. Semua ini nyata terjadi.

Kemudian para jin itu kadang mencurikan untuk orang yang dilayaninya sebagian harta manusia yang tidak dibacakan Nama Allah kepadanya.

Mereka juga bisa mendatangkan kepadanya makanan, minuman, pakaian, uang, dan barang lain.

Kadang mereka mendatangkan kepadanya air segar, makanan, dan yang lainnya saat orang tersebut berada di padang sahara.

Dan tidak satupun dari semua itu termasuk mukjizat para nabi, tidak pula termasuk karomahnya orang-orang saleh, karena hal itu mereka lakukan karena kesyirikan, kezaliman, dan tindakan keji (orang yang dilayaninya)…

Bisa jadi mereka memberikan kabar-kabar gaib yang mereka lihat dan dengar. Dan bisa jadi mereka masuk ke dalam tubuh manusia, Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Sungguh setan bisa mengalir pada manusia di tempat aliran darahnya.”

Tapi kekuasaan mereka itu sebagaimana Allah firmankan: “Sungguh setan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal hanya kepada Robb mereka. Kekuasaan dia hanyalah pada orang-orang yang menjadikannya pemimpin dan menyekutukan Robbnya dengannya.” [QS. Annahl: 99-100].

Ketika setan mengatakan: “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan kejahatan terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semua.” [QS. Alhijr: 39-40].

Maka Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak mempunyai kekuasaan apapun atas hamba-hambaku, kecuali mereka yang mengikutimu dari orang-orang yang sesat”… [QS. Alhijr: 42].

Jadi mereka yang memiliki keikhlasan dan keimanan, setan tidak punya kekuasaan atas mereka. Oleh karena itulah para setan itu akan lari dari rumah yang dibacakan surat Albaqoroh di dalamnya, mereka juga akan lari dari bacaan ayat kursi dan akhir surat albaqoroh, dan ayat-ayat Alqur’an ‘penghantam’ lainnya.

Diantara jin itu ada yang mengabarkan hal-hal yang akan datang kepada para dukun dan yang lainnya, dari kabar yang mereka curi dari langit.

Perdukunan dahulu sangat tampak di negeri arab, lalu ketika tauhid kuat, larilah setan-setan itu dan musnah, atau berkurang.

Kemudian praktek perdukunan itu akan muncul di tempat-tempat yang pengaruh tauhidnya lemah.

Dahulu di sekitar Madinah, setelah hijrahnya Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, ada banyak dukun yang dijadikan rujukan keputusan, dan dulunya Abu Burdah bin Niyar adalah dukun, tapi setelah itu dia masuk islam, dia dari Kabilah Aslam.

Berhala-berhala (saat itu) memiliki setan-setan yang kadang menampakkan diri kepada para penjaganya, dan kadang juga mengajak mereka bicara.

Ubay bin Ka’ab berkata: “Di setiap berhala ada jin wanitanya.” Ibnu Abbas mengatakan: “Di setiap berhala ada setannya, dia biasa menampakkan diri kepada para penjaganya dan mengajak mereka bicara.”

Dan setan (dari bangsa jin) sebagaimana firman Allah akan bersama dengan orang yang sejenis dengannya, yaitu para pendusta dan para pendosa, Allah berfirman:

“Maukah Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka itu turun kepada setiap pendusta yang banyak berdosa, mereka menyampaikan hasil pendengaran mereka, dan kebanyakan mereka adalah para pendusta”. [QS. Asy-Syu’aro: 221-223]

[Kitab Annubuwwat, Syeikhul Islam, 2/1014-1021]

Ikhlas Dalam Menyebarkan Ilmu…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Ulama Salaf sangat IKHLAS dalam menyebarkan ilmunya, karena itulah ilmu mereka sangat berkah…

Syeikh Sholeh Al-Ushoimi -hafizhohulloh- mengatakan:

“Dahulu ulama salaf senang bila ilmu (agama) diambil dari mereka, tapi mereka tidak senang bila ilmu itu disandarkan kepada mereka (tidak senang disebut ahli ilmu).

Karena ilmu yang ada pada mereka adalah MURNI nikmat dari Allah yang diberikan kepada mereka.

Dan termasuk bukti dalam mensyukuri Allah atas nikmat tersebut adalah dengan merasa SENANG jika ‘nikmat ilmu’ itu sampai kepada kaum muslimin dan TIDAK SIBUK menyandarkan ‘nikmat ilmu’ itu kepada dirinya.

[Syarah Albayyinah Fiqtibasil Ilmi Wal Hidzqi Fiih].

Terlihat DUDUK Tapi Sebenarnya Dia Sedang BERJALAN Mencari Ilmu…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda:

“Barangsiapa meniti jalan mencari ilmu (agama), niscaya dengan itu Allah mudahkan baginya jalan menuju surga”. [HR. Muslim: 2699].

Ketika mensyarah hadits ini, Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

Redaksi ‘meniti jalan’ di sini bisa mencakup (dua hal, pertama); jalan yang kasat mata, yang biasa dijadikan pijakan kaki.

Misalnya dengan seseorang pergi dari rumahnya ke tempat kajian ilmu, baik itu masjid, atau sekolah, atau kampus, atau tempat lainnya…

Adapun yang kedua; jalan yang tidak kasat mata, yaitu dengan mencari ilmu dari mulut para ulama dan dari kandungan kitab-kitab.

Sehingga orang yang merujuk ke kitab-kitab untuk mencari hukum suatu masalah syariat, meskipun dia DUDUK di kursinya, sejatinya dia telah BERJALAN untuk mencari ilmu.

[Syarah Riyadhus Sholihin, Syeikh Utsaimin, 5/433].

Bila PRASANGKA BURUK Menghinggapi Hati Anda

Ibnu Qudamah -rohimahulloh- mengatakan:

“Jika terbetik di hatimu prasangka buruk terhadap seorang muslim, maka hendaklah kamu memberikan PERHATIAN yang lebih kepadanya dan juga MENDO’AKAN kebaikan untuknya.

Karena hal itu akan menjadikan setan marah dan menjauh dari Anda, sehingga dia tidak melemparkan kepada Anda prasangka buruk, karena khawatir Anda malah akan sibuk mendo’akan kebaikan untuknya dan lebih memperhatikannya..”

[Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah, hal: 172].

——–

Saudaraku, sibuklah memperbaiki diri sendiri…

Suatu ketika ada seseorang disebut keburukannya di depan Robi’ bin Khutsaim -rohimahulloh-, maka beliau pun mengatakan:

“Aku saja tidak puas dengan diriku, maka mengapa aku meninggalkannya, lalu mencela orang lain..?!

Sungguh para hamba itu takut kepada Allah atas dosa-dosa orang lain, tapi mereka merasa aman dari Allah atas dosa-dosa mereka sendiri..!”

[Syu’abul Iman, Albaihaqi, 10/57].

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله تعالى

Yang Mengaku Ber-Madzhab Syafi’i…

Ust. Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Yang mengaku bermadzhab Syafi’i… Mana komitmennya menyikapi ucapan selamat natal?

======

Asy-Syirbini (wafat 977 H) -rohimahulloh-, salah seorang ulama besar Madzhab Syafi’i mengatakan:

“Dan diberi HUKUMAN TA’ZIR, seorang yang mengikuti orang-orang kafir dalam hari raya – hari raya mereka… begitu pula orang yang memberikan UCAPAN SELAMAT kepada seorang kafir dzimmi di hari rayanya”. [Mughnil Muhtaj, Asy-Syirbini, 5/526].

Hal senada juga disebutkan dalam banyak kitab syafi’iyyah lainnya, diantaranya: Al-Iqna’ fi halli Alfazhi Abi Syuja’ 2/526, Asnal Matholib 4/162, Tuhfatul Muhtaj 9/181, Hasyiata Qolyubi wa Amiroh 4/206, Annajmul Wahhaj 9/244.

Bahkan lebih tegas lagi Ibnu Hajar Al-haitami (wafat 982 H) -rohimahulloh- mengatakan:

“Kemudian aku lihat ada sebagian para imam kami yang muta’akhirin telah menyebutkan keterangan yang sesuai dengan apa yang telah kusebutkan, dia mengatakan:

‘Diantara BID’AH YANG PALING BURUK adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum nasrani di hari raya – hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu, dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka.’

Bahkan Ibnul Hajj mengatakan:

‘Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi PARA PENGUASA untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut’.”

[Fatawa Fiqhiyyah Kubro, Ibnu Hajar Al-Haitami, 4/239].

——–

Mungkin sebagian dari mereka beranggapan bahwa dengan mengucapkan selamat untuk hari raya mereka akan menjadikan mereka tertarik untuk masuk Islam… Tapi tidakkah mereka mengingat Firman Allah ta’ala (yang artinya):

“Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani TIDAK AKAN rela kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka”. [QS. Albaqoroh: 120]

Begitu pula firmanNya (yang artinya):

“Orang-orang kafir akan TERUS memerangi kalian hingga mereka menjadikan kalian keluar dari agama kalian”. [QS. Albaqoroh: 217].

Jika mereka ingin umat lain masuk Islam, maka hendaklah mereka mendakwahi mereka dengan sesuatu yang dibenarkan oleh syariat, misalnya dengan akhlak mulia dan dakwah yang penuh hikmah. Ingatlah tujuan yang mulia haruslah ditempuh dengan jalan yang mulia pula. Wallohu a’lam.

Jalan Keselamatan Untuk AGAMA Kita

AMBILLAH agama Anda dari Alqur’an dan Assunnah, dan PAHAMILAH keduanya sesuai pemahaman para sahabat Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-.

Kembalikanlah praktek agama Anda kepada zaman Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau -rodhiallohu ‘anhum-.

Lalu TINGGALKAN perdebatan dengan orang yang menentangnya, karena biasanya orang seperti itu hanya ingin menggoyahkan Anda dari jalan Anda yang sudah lurus dan benar.

Suatu saat Hasan Bashri -rohimahulloh- didatangi seseorang dan dia mengatakan: “Aku ingin berdebat denganmu dalam urusan agama..”

Maka beliau mengatakan kepadanya: “Aku sudah tahu agamaku. Jika agamamu hilang darimu, maka pergi dan carilah dia..!”

[Syarhus Sunnah, Albarbahari, hal 126]

Dan jika Anda dipusingkan dengan retorika mereka, maka katakanlah:

“Jika memang konsekuensi yang kamu sebutkan benar, maka konsekuensi dari sebuah kebenaran adalah benar… Tapi jika konsekuensi yang kamu sebutkan salah, maka tidak ada gunanya perdebatan ini..!”

[Mukhtashor Showaiq Mursalah, lbnul Qoyyim, hal: 471]

Ditulis oleh,
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

 

Harusnya Kamu LEBIH MALU Kepada Allah, Daripada Malu Kepada Makhluk-Nya

Syeikh Sholeh Fauzan -hafizhohulloh- mengatakan:

“Harusnya kamu MALU kepada Allah. Malu kepada Allah adalah berusaha agar Dia tidak melihatmu dalam kemaksiatan kepada-Nya.

Kamu saja malu terhadap para makhluk bila mereka melihatmu dalam keadaan yang tidak pantas, lalu BAGAIMANA kamu TIDAK MALU kepada Allah bila Dia melihatmu dalam keadaan bermaksiat kepada-Nya..?!

Sungguh ini perkara yang MENGHERANKAN pada manusia, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya):

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Dia bersama mereka ketika mereka pada suatu malam menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridhoi-Nya..” [An-Nisa’: 108].

Maka harusnya kamu lebih malu kepada Allah, dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepada-Nya, karena Dia itu melihatmu..”

[Syarah Kitab Syarhus Sunnah, hal: 340].

Diterjemahkan oleh :
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA,  حفظه الله تعالى