Derita Mengundang Bahagia…

Sobatku!

Dalam kehidupan di dunia ini, betapa banyak derita yang membawa bahagia.

Bahkan fakta telah membuktikan bahwa orang yang tidak siap untuk menderita biasanya adalah orang yang paling susah untuk bahagia.

Anda tidak percaya ?
Coba ingat kembali betapa sering anda menderita karena kepedasan namun anda dengan senang melakukan itu karena anda percaya bahwa rasa pedas menambah nikmat hidangan anda. Makan semakin lahap dan hidangan semakin terasa sedap dengan derita lidah kepedasan.

Berolah raga, melelahkan dan sering kali memakan biaya dan waktu. Namun demikian olah raga diyakini menjadi salah satu kunci hidup sehat.

Masih banyak lagi hal serupa yang awalnya berupa derita namun membawa bahagia. Itulah dunia, nikmatnya harus diimbangi dengan derita yang setimpal dan nikmatnya harus ditebus dengan derita yang sepadan.

Imam Ibnul Qoyyim berkata:

بقدر التعب تنال الراحة ولا راحة لمن لا تعب له

“Sebesar rasa lelah/pengorbananmu engkau mendapatkan kesenangan dan tiada kesenangan bagi orang yang tidak pernah merasakan rasa lelah.”

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى

da3004141951

1045. Apakah Terjemahan “Kaa’ib” Dalam Surat An Naba’ Ayat 33 Benar Menggambarkan Fisik Wanita ?

1045. BBG Al Ilmu

Tanya:
Di sebahagian terjemahan surat An Naba’ ayat 33, “wa kawaa’iba atraban” adalah gadis “montok” yang sebaya. Dalam terjemahan bahasa inggris pun disebutkan “full breasted…” Yang mana kedua kata ini menggambarkan fisik erotis wanita, apakah benar demikian ?

Jawab:
Masalah dengan terjemahan adalah ketidak mampuan dalam pemilihan kosa kata yang tepat untuk mengungkapkan semua makna yang terkandung dalam kata asal dalam bahasa Arab, yang sesuai dengan situasi dan lingkungan di mana kata asal itu dahulu digunakan.

Ibn al – Jauzi rahimahullah berkata :

“Wanita itu adalah TIFLAH saat dia kecil, WALIIDAH ketika dia mulai berjalan, KAA’IB ketika payudaranya mulai muncul, NAAHID ketika mereka bertambah besar, kemudian MA’TSAR saat ia mencapai usia pubertas, dan KHAWD ketika ia mencapai usia seorang wanita muda.” (Akhbaar an – Nisa ‘ , hal. 228).

Dikatakan dalam Syarh Ma’aani Shi’r al- Mutanabbi oleh Ibn al – Ifliili (vol. 1, 2/270), seorang pria muda disebut  SYAABB dan seorang wanita muda disebut KAA’IB.

Imam az – Zajjaaj, yang merupakan salah satu ulama terkemuka dalam bahasa Arab, mengatakan:

“Kalimat “WA KAWAA’IBA ATRAABAN” artinya bahwa mereka semua (para gadis) pada usia yang sama, dan pada masa puncak keremajaan dan keindahan/kecantikan. (Ma’aani al- Qur’an wa I’raabihi , 4/338).

Lihatlah bagaimana para ulama rahimahumullah menjelaskan kata ini, KAA’IB, sebagai rujukan kepada salah satu tahap dalam kehidupan seorang gadis, bukanlah dimaksudkan sebagai deskripsi erotis tubuhnya, meskipun itu mungkin makna literal.

Hal ini persis sama dengan cara di mana orang-orang Arab menggunakan kata HAA’ID untuk menggambarkan pencapaian usia kematangan fisik, bukanlah berarti bahwa wanita itu sedang dalam keadaan menstruasi.

Ketika penyair Arab menggambarkan seorang gadis sebagai KAA’IB, ia tidak mengacu pada payudaranya atau ukuran atau bentuk nya, melainkan adalah deskripsi dari setiap gadis muda, dan kata ini digunakan dalam jenis puisi cinta yang murni dan halus dan jauh dari konotasi seksual.

Ath – Tha’labi mengatakan dalam al- Kashf wa’l – Bayaan ( 10/118 ) :
“Oleh karena itu al- Maawardi rahimahullah mengatakan dalam komentarnya tentang KAWAA’IB dalam ayat ini: “Hal ini mengacu pada gadis atau perawan.”

Jika Anda mempelajari Al-Qur’an, Anda akan selalu menemukan metafora yang menggunakan kata-kata yang bermakna bijak/halus, seperti ayat di mana Allah menggambarkan hubungan suami istri ( yang artinya ) :

“Mereka adalah PAKAIAN bagimu dan kamu adalah PAKAIAN mereka”
(QS Al Baqarah: 187)

Jika Anda menterjemahkan ungkapan ini secara harfiah, artinya tidak akan dipahami, karena terjemahan harfiah dari kata-kata LIBAAS adalah PAKAIAN, tidak mengungkapkan apa yang dimaksud.

Sebaliknya konteks ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud di sini adalah metafora yang merujuk pada realitas kehidupan perkawinan, tetapi dari sudut pandang spiritual.

Kembali kepada pertanyaan, dan merujuk kepada penjelasan para ulama diatas, arti yang lebih tepat dari:

وَكَوَاعِبَ أَتۡرَابً۬ا

Adalah: “dan gadis-gadis remaja yang sebaya”

والله أعلم بالصواب

Ref:
http://islamqa.info/en/193409

– – – – – •(*)•- – – – –

Jodoh, Antara Takdir Dan Usaha

Masalah jodoh, memang rahasia ilahi. Seperti disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, di saat manusia masih berada dalam perut ibunya, “Kemudian diperintahkan malaikat untuk menuliskan rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, kebahagiaan atau kesengsaraannya…”

Jodoh, termasuk rezeki seseorang. Jadi memang sudah ditentukan oleh Allah semenjak manusia belum diciptakan, dan sudah ditulis di Lauh Mahfuzh. Dalam hal ini, kita tidak diperintahkan untuk memikirkan tentang takdir tersebut, tapi hanya diperintahkan untuk berusaha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beramallah, masing-masing akan dimudahkan melakukan apa telah dituliskan baginya.” (Riwayat Muslim).

Sebenarnya, berusaha atau tidak berusaha, jodoh sudah ditetapkan. Tapi masalahnya bukan itu. Bahwa kita tetaplah dianggap berbuat keliru, bila kita tidak berusaha. Yang dituntut oleh Allah dari kita adalah upaya, ikhtiar dan niat baik. Jodoh tetap Allah yang menentukan. Jadi soal jodoh, rezeki dan takdir kita tidak berhak mengurusnya, tapi kita hanya diperintahkan untuk berusaha. Dengan upaya yang benar dan niat yang bersih itulah, kita akan diberi pahala. Hasilnya, Allah yang menentukan.

Sekali lagi, persoalan jodoh berada di tangan Allah, kita hanya diperintahkan untuk berusaha. Selama menjaga kehormatan dan berupaya memperbaiki diri, insya Allah, akan mendapatkan jodoh yang sesuai dengan harapan. Wanita baik akan dipertemukan dengan pria yang baik. Asalkan niat tulus selalu dijaga.

Ketika seseorang terlambat mendapatkan jodoh, semua sudah suratan dari Allah. Soal kekeliruan, kelalaian, atau keteledoran, itu semua hanya jalannya saja. Jalan yang menyebabkan kita kesulitan mendapatkan jodoh.Kalau itu kita lakukan dengan sengaja, kita berkewajiban bertaubat.

http://www.tauhidfirst.net/

Di Manakah Kita Setelah Meninggal Dunia ?

Ust. Jafar Salih, حفظه الله تعالى

Jasad mayit menetap di tempat ia dikuburkan hingga hari kiamat. Allah berfirman: “Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka” (Q.S. Yāsīn 51), juga berfirman: “Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Q.S. al-Mu`minūn 100).

Berdasar dua ayat tadi, maka jasadnya tetap di dalam kubur. Adapun ruhnya, boleh jadi berada di surga atau di neraka. Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salāmun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.” (Q.S al-Nahl 32)

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa ucapan para malaikat dituturkan pada saat wafat. Berarti orang-orang itu memasuki surga di hari kematian mereka. Tentunya ini hanya terjadi bagi ruh mayit, bukan untuk badannya. Telah valid dari Nabi ṣallallahu ‘alaihi wasallam: “Seorang mayit di dalam kuburnya, jika ia adalah seorang mukmin, maka akan dibukakan baginya sebuah pintu menuju surga, dari situ ia dapat merasakan kedamaian dan kenikmatannya. Sedangkan si kafir, maka ruhnya akan dihempaskan ke dalam azab.” Allah mengisahkan tentang Firaun dan para pengikutnya, “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah (adkhilū) Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (Q.S. Gāfir 46), ada model pembacaan (qirā`ah) lain dalam penggalan dari ayat tadi: “Dan pada hari terjadinya Kiamat, Firaun dan kaumnya dimasukkan (udkhilū) ke dalam azab yang sangat keras”.

Allah juga telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas?” (Q.S. al-Nisā` 97)

Firman Allah lainnya: “Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya.” (Q.S al-Anfāl 50-51)

Inilah dalil yang menunjukkan bawah mayit mukmin akan menerima balasannya di surga dari sejak hari kematiannya, sedang mayit kafir akan menerima siksa di neraka dari sejak kematiannya. Ini berlaku bagi ruh keduanya. Adapun badan mereka, terus menetap di dalam kubur hingga hari kiamat. Sesekali dihubungkan dengan ruhnya untuk merasakan azab atau kenikmatan, sebagaimana divalidasi oleh sejumlah hadis.

Syaikh Muhammad ibn Ṣālih al-Uṡaimīn. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmatNya yang luas.

http://www.tauhidfirst.net

1044. Bolehkah Mempelajari Hipnotis ?

1044. BBG Al Ilmu

Tanya:
Apa hukum mempelajari hipnotis ?

Jawab:
Hipnotis itu merupakan bentuk perilaku perdukunan (sihir) yang dilakukan melalui bantuan jin, yang dengannya penghipnotis bisa mempengaruhi orang yang dihipnotis. Maka dia berbicara sesuai kemauan penghipnotis, dan jin itu memberinya kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan dengan tekanan pengaruh padanya. Jika hal itu bertepatan dengan penghipnotis maka itu merupakan ketaatan padanya, sebagai balasan dari apa yang dipersembahkan penghipnotis kepada jin itu; dan menjadikan jin itu (yang sebenarnya menghipnotis) mentaati kemauan si manusia penghipnotis… (dan seterusnya yang menunjukkan adanya kerjasama antara penghipnotis dan jin). Bahkan hal ini adalah syirik, karena hal ini adalah mengadu dan meminta tolong kepada selain Allah Ta’ala. Dalam Al-Qur’an disebutkan,

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada sekelompok lelaki dari bangsa manusia meminta perlindungan kepada sekelompok lelaki bangsa jin, maka mereka menambahi mereka ketakutan dan dosa.” (QS. Al-Jin: 6).

(Fatwa Asy-Syaikh Al-Albani dalam “Silsilah Huda wa Nur” no. 324)

Jadi, mempelajari ilmu seperti itu adalah tidak boleh, haram hukumnya.

والله أعلم بالصواب

Ref:
http://www.tauhidfirst.net/hukum-mempelajari-hipnotis/

– – – – – •(*)•- – – – –

Mengguyur Air Langsung Ke Kepala

Ust. Jafar Salih, حفظه الله تعالى

Tulisan ini aslinya berjudul “Larangan….”. Tapi dalil yang ada tidak menunjukkan adanya larangan, karena itu kami ralat sedikit pada judul seperti yang tertera.

Kedua, sebagai muslim seseorang harus meyakini kebenaran hadits nabi selagi hadits itu shahih. Apakah ada pembuktian ilmiyah atau tidak. -selesai.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata,

“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi (junub), beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.”
(HR. Bukhory No. 248 Dan Muslim No. 316)

“Jika seseorang yang tubuhnya sedang kepanasan lalu langsung diguyur kepalanya dengan air dingin, bisa menyebabkan saraf kaget atau bahkan stroke bila terjadi pada orang yang tidak sehat,” jelas dokter spesialis saraf dari Departemen Neurologi FKUI-RSCM.

Dijelaskan bahwa tubuh manusia memiliki regulasi yang tinggi karena terdapat thermo regulator (pengatur suhu) di otak. Ketika suhu tubuh panas, maka otak akan memerintahkan pembuluh darah untuk melebar agar terjadi penguapan dan penurunan suhu. Sebaliknya, otak akan memerintahkan pembuluh darah menyusut bila tubuh kedinginan. Bila pembuluh darah yang sedang melebar karena kepanasan tiba-tiba disiram air dingin, maka bisa menyebabkan pembuluh darah pecah. Jika hal tersebut terjadi di pembuluh darah otak, maka bisa menyebabkan stroke.

Hal yang sama juga terjadi ketika pembuluh darah yang sedang menyusut diguyur dengan air panas.

Saudaraku, mandi memang penting, tapi jangan lupa adabnya. Kadang kita semrautan ketika hendak mandi, sehingga asal mengguyur kepala tanpa melihat efek yang akan timbul. Maka dari itu, baiknya kita tak mengulangi tradisi “mendahulukan kepada” saat mandi.

Betul apa yang diterangkan dalam hadits, Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliu berkata,

“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi (junub), beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.”
(HR. Bukhory No. 248 Dan Muslim No. 316)

Dari hadits ini, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membasahi sebagian tubuhnya terlebih dahulu sebelum mengguyur seluruh badan. Subhanalloh! Ternyata tradisi “tidak mengguyur kepala lebih dahulu saat mandi” ini telah dijelaskan 15 abad yang lalu oleh Rosululloh shollallohu alayhi wasallam. Ini merupakan pelajaran mahal buat kita, bahwa Islam adalah rahmat bagi kita semua.

Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala merahmati kita semua…

http://www.tauhidfirst.net

1043. Adakah Doa Setelah Shalat Fardhu ?

1043. BBG Al Ilmu – 275

Tanya:
Bagaimana tata cara kita berdo’a saat sujud terakhir (dalam keadaan sholat) ? Apakah dapat di ucapkan secara zahir sesuai dengan do’a yang diminta atau hanya di dalam hati ? Lalu bagaimana hukumnya (ada atau tidak dalilnya) berdo’a setelah sholat dengan mengangkat tangan ?

Jawab:
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Doa ketika sujud merupakan keadaan yang paling dekat antara hamba dan Khaliq Ta’la, yang kemungkinan besar akan di kabulkan. Doa dengan lisan sebagaimana dzikir dan sebagainya. Bukan dalam hati.

Adapun doa setelah sholat maka tidak ada dalil nya. Yang ada adalah doa pada akhir sholat sebelum salam , setelah tasyahud, sebagaimana wasiat Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat agar tidak meninggalkan doa disaat akhir sholat sebelum salam.

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

1042. Bagaimana Bila Ayah Tidak Mau Menjadi Wali Anak Wanitanya ?

1042. BBG Al Ilmu

Tanya:
Apakah sah pernikahan jika yang menjadi wali si paman wanita padahal ayah wanita itu masih hidup, dan akad nikahnya lewat telpon/jarak jauh ? Alasan ayah wanita tidak mau jadi wali adalah karena ingin anak wanitanya kuliah sampai S3 dulu baru menikah dan juga karena masalah pribadi yaitu si ayah tidak diundang saat proses lamaran, ayah dan ibu dari wanita ini sudah bercerai.

Jawab:
Ust. Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى

Kasus yang diceritakan adalah wali a’dhal, yaitu ketika wali yang sah tidak bersedia menjadi wali karena alasan yang tidak benar, maka hak perwalian pindah ke wali hakim, dan yang berhak menolak kedzaliman adalah wali hakim (KUA).

Jika tidak memungkinkan untuk mengajukan masalahnya ke hakim, maka kerabat dekatnya yang lain, dari JALUR AYAH dengan urutan (bila terjadi masalah):
– bapak
– kakek
– paman
– saudara laki-laki
– anak laki-laki

Kerabat dekat diatas bisa menjadi wali wanita.

Mengenai pernikahan melalui telepon, ini diperselisihkan para ulama, dan yang kuat, adalah tidak boleh.

Tambahan:
Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi berfatwa (terjemahnya): “tidak boleh melangsungkan akad via telephone, karena akad nikah mengharuskan adanya wali, suami dan dua saksi, dan tidak mungkin mereka bisa bertemu di telepon. Tidak cukup hanya dengan mengenali suara mereka (di telepon.pent) karena bisa jadi orang yang berbicara (ijab.pent) di telepon bukanlah wali, dan bisa jadi orang yang menerima pernikahan (Qabul.pent) bukanlah suami, dan bisa jadi saksi yang bicara bukanlah saksi yang adil (tidak diketahui karena tidak kelihatan.pent). Intinya tidak boleh mengadakan akad nikah dengan telepon, akan tetapi wajib bagi ke-empat-empatnya untuk hadir: wali, suami dan dua orang saksi yang adil.”
والله أعلم بالصواب

Ref:
http://muslimah.or.id/keluarga/ketika-ayah-tidak-bersedia-menjadi-wali-nikahku.html

http://www.salamdakwah.com/baca-pertanyaan/nikah-via-telepon.html

– – – – – •(*)•- – – – –

1041. Adakah Dalil Mengepalkan Tangan Saat Bangun Dari Sujud ?

1041. BBG Al Ilmu – 201

Tanya:
Mohon penjelasan dan dalil tentang mengepalkan tangan saat bangun dari sujud ke raka’at selanjutnya.

Jawab:
Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

Berkata Al-Azroq bin Qois rahimahullah:

رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ : مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ : رَأَيْتُ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْنِي اعْتَمَدَ

“Saya melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat, i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam melakukan ‘ajn dalam sholat –yaitu beri’timad (bertumpu dengan kedua tangannya)-”.

Hadits di atas dishahihkan oleh al-Muhaddits al-Albani rahimahullâhu dalam Silsilah ash-Shahîhah hadits no 2674.

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

Menebar Cahaya Sunnah