Manfaat Ingat Mati

Ust. M Wasitho, حفظه الله تعالى

» Imam Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan dalam kitabnya At-Tadzkiroh perkataan Ad-Daqoq rahimahullah yang menerangkan keutamaan seseorang hamba yang banyak mengingat mati:

»» Ad-Daqqaq rahimahullah berkata:

“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة:
تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة،
ومن نسى الموت عوجل بثلاثة:
تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة” ( تذكرة القرطبي : ص9 )

Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal:

1. Menyegerakan taubat.
2. Hati yang qona’ah (selalu merasa cukup).
3. Semangat dalam ibadah.

Sedangkan kebalikannya adalah orang yang melupakan kematian, maka ia terkena hukuman:

1. Menunda-nunda taubat.
2. Tidak mau ridho dan merasa cukup terhadap apa yang Allah beri.
3. Bermalas-malasan dalam ibadah.

(Sumber: Kitab At-Tadzkiroh fi Ahwal Al-Mauta wa Umuuri Al-Akhiroh, karya imam Al-Qurthubi, hal. 9).

» Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang banyak mengingat kematian dan dapat mengambil berbagai pelajaran bermanfaat darinya. Dan semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit cinta dunia dan takut mati. Amiin. (Klaten, 2 Mei 2014).

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Sehat Adalah Nikmat

Ust. M Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى

Akhi wa ukhti …

Sehat adalah nikmat.

Bisa sarapan pagi pun termasuk nikmat.

Merasakan aman adalah nikmat.

Ini setiap paginya yang kita peroleh.

Namun nikmat tersebut bisa menjadi bencana dan malapetaka kala tidak disyukuri dengan melakukan ketaatan.

Lihatlah apa yang dikatakan oleh seorang tabi’in terkemuka berikut ini.

Al Hasan Al Bashri berkata, “Allah memberikan nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika nikmat tersebut tidak disyukuri, nikmat itu berubah jadi azab (siksa).”

Jadi jangan tertipu dengan suatu nikmat, baik nikmat sehat, rasa aman maupun harta.

Makhlad bin Al Husain pernah berkata, “Asy syukru tarkul ma’ashi, namanya syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”

Jangan sampai kesehatan, harta dan rasa aman malah kita gunakan untuk maksiat pada Sang Khaliq pemberi berbagai nikmat.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur.

Referensi: Iddatush Shobirin wa Dakhirotusy Syakirin, karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 148 dan 159.

– – – – – •(*)•- – – – –

View

1055. Apa Hukumnya Permainan Ular Tangga Dan Permainan Lainnya Yang Menggunakan Dadu ?

1055. BBG Al Ilmu

Tanya:
Saya pernah membelikan anak saya permainan seperti monopoli, ular tangga, dll yang mana dadu dipakai untuk memainkan permainan tersebut. Apa hukumnya permainan seperti ini ?

Jawab:
Seluruh permainan yang menggunakan dadu termasuk dalam larangan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut:

“Barang siapa yang bermain dadu maka seolah-olah ia telah mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.” (HR. Muslim).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil Imam Syafi’i dan mayoritas para Ulama bahwa bermain dadu hukumnya haram… Dan maksud hadits ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyerupakan haramnya main dadu dengan haramnya memakan daging babi.”

Hadits berikutnya yang dijadikan dalil adalah:
“Barangsiapa yang bermain dadu sungguh ia telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud, sanad hadits dinyatakan hasan oleh Al Albani).

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diatas menyamaratakan seluruh permainan yang menggunakan dadu, tanpa membedakan nama dan bentuk permainannya. Maka monopoli, ular tangga, ludo dan SEGALA JENIS permainan yang menggunakan dadu, hukumnya HARAM sama dengan mengundi nasib menggunakan anak panah.

Yang perlu diperhatikan juga adalah tidak diperbolehkannya menyimpan dadu, meskipun tidak untuk digunakan bermain, karena sikap para sahabat yang membuang dadu dan merusaknya. Dari Nafi’, murid dan menantu Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Bahwa Ibnu Umar jika melihat salah satu diantara anggota keluarganya bermain dadu, beliau langsung memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, dinilai shahih oleh Al Albani sampai Ibnu Umar).

والله أعلم بالصواب
Ref:
“Harta Haram Muamalat Kontemporer” – Dr. Erwandi Tarmizi, MA, hal: 281 – 282.

http://www.konsultasisyariah.com/bermain-dadu/#

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Basahi Terus Lisan Kita Dengan Dzikrullah

Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Janganlah sampai lisan kita lalai dari dzikir pada Allah. Basahnya lisan dengan dzikir yang membuat hati ini hidup. Dzikir yang membuat kita semangat mengurangi kehidupan. Dzikir kepada Allah yang membuat kita terangkat dari kesulitan.

Lisan ini diperintahkan untuk berdzikir setiap saat. Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ »

“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ul wal Hikam, 2: 524).

Dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang pada lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.

Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al Hambali setelah membawakan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini, mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.” Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun mengingat Allah.

Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka meninggal dunia. Dalam mimpi, salah satunya bertemu lagi temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).”

Lihat Jaami’ul wal Hikam, 2: 524.

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Jangan Pernah Menilai Seseorang Dengan Melihat Masa Lalunya

Betapa banyak diantara kita yang memiliki masa lalu yang kelam..
jauh dari sunnah..
jauh dari hidayah..
tenggelam dalam dunia yang menipu..
terombang-ambing dalam kemaksiatan yang nista..

Bukankah banyak sahabat rodhiallahu ‘anhum yang dahulunya pelaku kemaksiatan..
peminum khomr..
bahkan pelaku kesyirikan..?

Akan tetapi tatkala cahaya hidayah menyapa hati mereka, jadilah mereka generasi terbaik yang pernah ada di atas muka bumi ini.

Bisa jadi anda salah satu dari mereka para ikhwan/akhwat yang memiliki masa lalu yang kelam..
yang mungkin saja kebanyakan orang tidak mengetahui masa lalu kelam anda.

Sebagaimana anda tidak ingin orang lain menilai anda dengan melihat masa lalu kelam anda..
maka janganlah anda menilai orang lain dengan melihat masa lalunya yang buruk..

Yang menjadi patokan adalah kesudahan seseorang..
kondisinya tatkala akan meninggal..
bukan masa lalunya.

Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Amalan-amalan itu tergantung akhirnya..”

Ditulis oleh,
Ustadz Firanda Andirja MA, حفظه الله تعالى

Membuat Orang Lain Bahagia

Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Coba bayangkan jika kita bisa:
** mengangkat kesulitan orang yang kesusahan …
** mengenyangkan yang lapar …
** melepaskan orang yang terlilit utang …

Membuat orang lain bahagia,
keutamaannya, itu lebih baik dari melakukan ibadah i’tikaf di Masjid Nabawi sebulan penuh. Sungguh ini adalah amalan yang mulia.

Keutamaan orang yang beri kebahagiaan pada orang lain dan mengangkat kesulitan dari orang lain disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).

Lihatlah saudaraku, bagaimana sampai membahagiakan orang lain dan melepaskan kesulitan mereka lebih baik dari i’tikaf di Masjid Nabawi sebulan lamanya.

Al Hasan Al Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, “Hampirilah Tsabit Al Banani, bawa dia bersama kalian.”
Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, “Maaf, aku sedang i’tikaf.” Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Al Hasan Al Bashri, lantas mereka mengabarinya.

Kemudian Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai A’masy, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?”

Lalu mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan i’tikaf dan mengikuti murid-murid Al Hasan Al Bashri untuk memberikan pertolongan pada orang lain. [1]

Rajinlah membuat orang lain bahagia dan bantulah kesusahan mereka. Hanya Allah yang memberi taufik.
 
[1] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 294.

– – – – – •(*)•- – – – –

View

1054. Adakah Larangan Menambahkan Gelar “Haji” Didepan Nama ?

1054. BBG Al Ilmu

Tanya:
Adakah larangan menambah gelar “Haji” didepan nama seseorang yang pernah pergi haji ?

Jawab:
Dalam setiap ibadah kita diperintahkan untuk ikhlas di dalamnya. Kita diperintahkan beribadah untuk mengharap wajah Allah dan mengharap ridho-Nya. Jika kita beribadah malah ingin mencari pujian, maka jadi sia-sialah ibadah tersebut. Termasuk di dalamnya menunaikan haji hanya ingin mencari gelar pak Haji, segala pengorbanan yang kita tumpahkan dari sisi biaya maupun tenaga, itu jadi tidak bernilai apa-apa.

Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang sia-sialah amalan yang hanya ingin cari muka atau cari pujian manusia dalam sabdanya,

“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim 2985).

Imam Nawawi mengatakan, “Makna hadits ini adalah bahwa Allah tidak peduli pada orang menyekutukan-Nya dalam ibadah dengan selain-Nya. Barangsiapa yang beramal yang dia tujukan untuk Allah dan juga untuk selain-Nya, maka Allah tidak akan menerima amalannya bahkan Allah akan meninggalkan dirinya jika ia bermaksud demikian. Amalan seseorang yang berbuat riya’, itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.” (Syarh Shahih Muslim, 18/116). Artinya, siapa yang berhaji namun hanya ingin cari gelar, maka amalannya bisa jadi sia-sia belaka. Ikhlaslah dalam beribadah pada Allah Ta’ala. Abul Qosim berkata, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.” (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, 50-51).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka menyembunyikan amalannya.” (HR Muslim – 2965).

Ref:
http://rumaysho.com/aqidah/mencari-gelar-pak-haji-1955

– – – – – •(*)•- – – – –

1053. Kapan Mengucapkan “Rodhiitu Billahi Rabban…”, Di Tengah Atau Setelah Selesai Adzan ?

1053. BBG Al Ilmu

Tanya:
Mengenai hadits berikut:
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan setelah adzan: Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika lahuu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh,

رَضِيتُ بِااللَّهِ رَبًّا

وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا

وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا

Rodhiitu billaahi Rabban

Wa bi-Muhammadin Rasuulaan,

Wa bil-Islaami diinaan

(Aku bersaksi bahwa tak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah sematra, tak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan UtusanNya. Aku rela Allah sebagai Rabb, Muhammad sebagai Rasul, dan Islam sebagai agama), akan diampuni dosa-dosanya.” (HR Muslim).

Kapankah kita membaca “Rodhiitu billaahi Rabban wa bi muhammadinir Rasuulaan, wa bil islaami diinaan” ? apakah setelah adzan selesai ? atau setelah muadzin mengucapkan “Asyhadu anna muhammadar rosuulullah” yang kedua (sebelum “hayya ‘alas sholaah”) ?

Jawab:
Ust. Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى

Kata Syaikh Allbani rohimahullah, ketika muadzdzin selesai mengucapkan dua kalimat syahadat (yaitu sebelum hayya ‘alas sholaah), jawab dulu adzannya, lalu membaca:
“Rodhiitu billaahi Rabba, wabi muhammadinir-Rasuulaa, wa bil islaami diinaa”

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Bersabar…

Ust. M Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى

Penantian yang terasa panjang mungkin terasa membosankan.
Hati tidak bisa menahan jika mau menunggu lama.

Ada yang pingin cepat meraih harta, malah tempuh dengan jalan berutang riba, mencuri dan cara haram lainnya.

Ada yang ingin merasakan nikmat syahwat, namun tidak mau sabar menanti menikah malah menempuh zina atau perselingkuhan yang tidak halal.

Padahal jika kita mau BERSABAR tentu tetap sama akan meraih yang halal. Ketahuilah bahwa sabar adalah karunia terbesar.

Dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Karunia yang terbaik yang Allah berikan pada seseorang adalah sikap SABAR.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman disebutkan bahwa sabar adalah separuh iman.

Umar bin Khottob juga berkata, “Kami mendapatkan kebahagiaan dalam hidup kami dengan BERSABAR.” (HR. Bukhari)

Sore hari di kota Jogja menjelang Maghrib, 1 Rajab 1435 HM.

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Cahaya Diantara 2 Batu

Ust. Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى

Suatu ketika, Hudzaifah bin Al Yaman mengambil dua batu dan meletakkan salah satunya di atas yang lain, lalu ia berkata kepada sahabat-sahabatnya,

“Apakah kalian melihat ada cahaya diantara sela-sela dua batu itu?”
Mereka berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak melihatnya kecuali sedikit saja.”

Hudzaifah berkata, “Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya, bid’ah benar-benar akan muncul sampai kebenaran tidak terlihat kecuali seperti cahaya antara dua batu tersebut.

Demi Allah, bid’ah akan benar-benar tersebar sehingga apabila ada sebuah bid’ah ditinggalkan,
mereka berkata, “Telah ditinggalkan sunnah.”

(Al Bida’ wan Nahyu ‘anha hal. 58).

– – – – – •(*)•- – – – –

View

Menebar Cahaya Sunnah