Ibumu

Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi صلى الله عليه و سلم menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realita lain bisa menguatkan pengertian tersebut.

Keteladanan Haiwah bin Syuraih dalam berbakti pada Ibundanya

Suatu hari Haiwah bin Syuraih –beliau salah seorang imam kaum muslimin- duduk dalam majelis beliau untuk mengajarkan ilmu kepada manusia.

Lalu ibunya berteriak memanggil beliau,

“Berdirilah wahai Haiwah, beri makan ayam-ayam itu!”

Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
……….

Kembali kita bercermin kepada Haiwah bin Syuraih, panggilan ibunya untuk memberi makan ayam tidaklah membuat beliau malu dan merasa turun derajatnya di hadapan murid-murid beliau.

Justru saat itulah beliau memberikan keteladanan yang besar kepada murid-muridnya akan kewajiban berbakti kepada orangtua dan lebih mendahulukan orangtua dibandingkan dengan orang lain.

Bagaimana seandainya hal itu terjadi pada diri kita wahai saudaraku ?

Akankah kita bergegas untuk menyambut perintah IBU ???

– – – – – •(*)•- – – – –

Ahlus Sunnah Bukan Pemberontak !

Ust. Ferry Nasution, حفظه الله تعالى

Ikhwan dan akhwat sekalian yang senantiasa berbahagia diatas hidayah dan rahmat ALLAH subhaanahu wa ta’ala.

Diantara prinsip yang sangat mendasar sekali dari prinsip-prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah, ialah mereka (ahlus sunnah) tidak pernah mengadakan provokasi atau penghasutan-penghasutan untuk memberontak kepada penguasa/ pemerintah yang sah! Meskipun penguasa tersebut telah berbuat zhalim. Dan mereka semuanya (Ahlus Sunnah) melarang/ tidak membenarkan perbuatan-perbuatan seperti menghujat penguasa diatas-atas mimbar atau ditempat-tempat umum/ keramaian, melakukan provokasi dll.

Karena perbuatan yang demikian jelas-jelas menyalahi petunjuk Nabi dan perjalanan kehidupan para sahabat.

Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam..

“Barang siapa yg ingin menasehati penguasa, maka JANGANLAH menampakkan dengan terang-terangan. Akan tetapi, Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya (bersembunyi ketika menasehatinya). Jika penguasa itu mau mendengar nasehat itu, maka itu yang terbaik!

Dan apabila si penguasa itu tidak mau terima nasehatnya, maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yg dibebankan kepadanya . (Assunnah oleh ibnu abi ‘ashim juz 2 hal 521, bab: kaifa nashiihatur Ra’iyyah lil wulaat no:1096)

Wahai saudaraku…
Sungguh Ahlus sunnah tidak suka dan rela selama-lamanya dengan bentuk kezhaliman dan kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa/ pemerintah. Akan tetapi cara mengingkari kemungkaran yang dilakukan oleh mereka Harus sesuai dengan sebaik-baik petunjuk yaitu petunjuk Rasulullah dan perjalanan salafusshaleh!.

Wahai saudaraku…
Sungguh, menjelek-jelekan penguasa, membuka aibnya, menampakkan kebencian yg sangat kepada mereka dihadapan umum, menjatuhkan kehormatannya, melaknat mereka, berdemonstrasi dengan cara memprovokasi manusia agar manusia membenci dan menjatuhkan mereka dll adalah hal yang tidak dibenarkan didalam syariat yang mulia ini. Bahkan sebaliknya!
Perbuatan yang seperti itu adalah perbuatan yang menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan akibat perbuatan tersebut akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar dan sedikit pun tidak mendatangkan maslahat!

Wahai saudaraku…
Camkanlah hadits dari Nabi kita yang mulia alaihi shalatu wa sallam berikut ini, yang mana beliau mengancam kepada siapa saja yang menghina para penguasa didunia ini, maka akibatnya mereka akan dihinakan oleh ALLAH kelak pada hari kiamat.

Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang memuliakan penguasa didunia, maka ALLAH akan memuliakannya di akhirat, dan barangsiapa yang menghinakan penguasa didunia, maka ALLAH akan menghinakannya nanti pada hari kiamat (Riwayat imam Ahmad: 20312, 20374)

Untuk itu wahai saudaraku bersabarlah atas kedzhaliman para penguasa dan jangan berontak serta doakan kebaikan untuk mereka…

Nabi bersabda:
“Barang siapa yg tidak menyukai sesuatu dari pemimpinnya maka hendaklah ia bersabar terhadapnya. Sebab, tidaklah seorang manusia keluar dari penguasa lalu ia mati diatasnya, melainkan ia mati dg kematian jahiliyyah. (Muslim: 1849)

Semoga memberikan pelajaran untuk kita semua sekaligus sebagai renungan dan petir bagi kaum harakah islamiyah yang mereka telah menghalalkan dan menyukai hampir-hampir mereka mewajibkan berdemonstrasi, orasi dan unjuk rasa terhadap penguasa yang sah! Walaupun mereka menamakannya dengan demonstrasi Tertib dan Islami.

Akhukum Ahmad Ferry Nasution

– – – – – •(*)•- – – – –

998. Siapakah Ruh Kudus (Ruuhul Quddus) ?

998. BBG Al Ilmu

Tanya:
Apa yang dimaksud dengan “Ruuhul Quddus” dalam ayat yang artinya “kami kuatkan dia dengan Ruuhul Quddus” ?

Jawab:
Ust. Badru Salam, حفظه الله تعالى

Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah malaikat Jibril ‘alaihis salam, inilah pendapat para tafsir yang paling kuat sebagaimana terdapat dalam kitab Adwa’ al Bayan.

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

997. Imam Batal Wudhu Ketika Sholat Berjama’ah

997. BBG Al Ilmu – 370

Tanya:
Bagaimana imam yang menahan hajatnya sampai selsai shalat, setelah shalat selesai kemudian berwudlu dan mengulang shalatnya sendiri, hal ini karena tidak mau melewati shaf, karena posisi nya pada posisi paling depan, bagai mana hukumnya shalatnya, apakah perbuatan tersebut benar menurut syariat ?

Jawab:
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,”Tidak sah sholat seseorang yang menahan hajat.”
Perbuatan dia yang menahan hajat adalah salah, hendaknya ia keluar, dan memilih salah satu makmum di belakangnya untuk menggantikannya sebagai imam melanjutkan sholatnya yang batal. Dan ia tidak mengapa untuk melewati orang sholat, karena yang terlarang adalah melewati imam dalam sholat jama’ah.

Disini ia imam dan batal, maka tidak mengapa ia melewati makmum.

Jika ia batal tapi tidak keluar dan berwudhu, ini mudhorotnya dan dosanya lebih besar, karena ia khianat, hingga makmum berimam kepada yang batal. Ini tidak di benarkan. Padahal imam adalah orang yang di percaya makmum, maka hendaknya amanah, jika batal maka ia mundur, dan menarik salah satu untuk melanjutkan imamah.
والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

996. Makmum Batal Wudhu Ketika Sholat Berjama’ah

996. BBG Al Ilmu – 307

Tanya:
Bagaimana adab ketika shalat berjama’ah batal wudlu karena maaf (kentut) atau tiba-tiba kebelet pipis, sedang posisi berada pada shaf terdepan, bagaimana adab melewati shaf jama’ah shalat untuk keluar dan berwudlu, sedangkan untuk melewati orang shalat itu dilarang, mohon penjelasannya.

Jawab:
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Larangan lewat di hadapan orang sholat hanya berlaku pada imam, karena imam adalah sutrah-nya makmum. Maka di larang untuk melewati imam. Adapun makmum maka tidak termasuk larangan. Ini berlaku dalam sholat jama’ah.

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

995. Menunggu Jama’ah

995. BBG Al Ilmu – 307

Tanya:
Mana yang lebih baik? Sholat tepat waktu sendirian atau menunggu yang lain supaya bisa sholat berjamaah ?

Jawab:
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Paling afdhol tepat waktu dan berjamaah. Jika ada jamaah maka di tunggu supaya bisa mendulang banyak pahala.

والله أعلم بالصواب

– – – – – •(*)•- – – – –

Lari Dari Rezeki

Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

Ketahuilah bahwa rezeki yang Allah tetapkan bagi setiap manusia berbeda-beda, Allah telah membagi-bagi rezeki mereka.
Allah Ta’ala berfirman:

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka dalam kehidupan di dunia ini”. (QS. az-Zukhruf:32).

Ayat yang mulia ini menunjukan bahwa pembagian rezeki itu adalah dari sisi Allah Ta’ala, bukan dari yang lainnya.

Rezeki Allah Ta’ala tidak akan luput darinya, walaupun dia lari dari rezeki tersebut.

قال النبي صلى الله عليه و سلم: لو أن ابن آدم هرب من رزقه كما يهرب من الموت لأدركه رزقه كما يدركه الموت. حسنه الألباني

Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda:

لو أن ابن آدم هرب من رزقه كما يهرب من الموت لأدركه رزقه كما يدركه الموت

“Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana larinya dia dari kematian, niscaya rezeki itu akan mendatanginya sebagaimana kematian akan mendatanginya” (Dihasankan Syaikh Al-Albani).

Mau lari kemana dari rezeki Allah??! So jangan takut, tidak dapat rezeki…

– – – – – •(*)•- – – – –

Faidah Fiqhiyah 5: Wanita Haid Membaca Al Qur’an

Ust. Firanda Andirja, حفظه الله تعالى

Jika seorang wanita haid sekalian junub boleh baca al-Qur’an ?

Lelaki/wanita yang junub tidak boleh membaca Al-Qur’an sama sekali, meskipun dengan hapalan.

Akan tetapi menurut sebagian ulama, wanita haid –demikian juga wanita nifas- boleh membaca al-Qur’an tertuma jika ia membutuhkan untuk membaca Al-Qur’an seperti untuk muroja’ah agar tidak lupa, akan tetapi tidak menyentuh langsung mushaf.

Dan wanita haid/nifas tidak bisa diqiaskan dengan wanita junub karena ada dua perbedaan:

(1) haid waktunya lama sekitar seminggu, dan nifas bisa 40 hari lebih, adapun junub bisa hanya sebentar

(2) wanita haid/nifas tidak mungkin mengilangkan haidnya, ia hanya bisa menunggu hingga haidnya/nifasnya bersih, adapun wanita junub bisa segera menghilangkan junubnya dengan mandi janabah

(Fatwa Syaikh Al-Utsaimin dan Syaikh Bin Baaz lihat http://www.binbaz.org.sa/mat/11295)

Adapun wanita yang janabah lalu haid sebelum mandi janabah, atau tatkala haid lalu ia mengalami janabah, maka jika ia hendak membaca al-Qur’an dianjurkan untuk mandi janabah

(Fatwa Syaikh Al-‘Utsaimin http://www.youtube.com/watch?v=pAffVAmctgU)

Sehingga dia boleh membaca Al-Qur’an namun tetap tidak boleh sholat karena ia masih haid.

Lelaki/wanita yang junub boleh membaca dzikir-dzikir, dan meskipun dalam dzikir dan wirid tersebut ada bacaan Al-Qur’an, seperti dzikir pagi petang yang ada ayat kursinya, bukan dengan niat tilawah tetapi dengan niat ta’awwudz sebagaimana fatwa Imam Malik.

(lihat http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=97102)
8

– – – – – •(*)•- – – – –

Faidah Fiqhiyah 4: Tidak Najis Bangkai Hewan Yang Tidak Punya Pembuluh Darah

Ust. Firanda Andirja, حفظه الله تعالى

Hewan yang tidak memiliki pembuluh darah maka bangkainya tidaklah najis, seperti cicak, lalat, kumbang, dan nyamuk. Demikian juga kotoran hewan-hewan tersebut.

Dalilnya :
– Bangkai jarood (belalang) halal sebagaimana dalam hadits

– Lalat yang terjatuh di minuman seseorang maka dianjurkan oleh Nabi untuk dicelupkan, karena pada salah satu sayapnya ada obat. Dan bisa jadi air minuman tersebut panas, atau dicelupkan lama sehingga matilah lalat tersebut dan menjadi bangkai, akan tetapi ternyata tidak menajiskan air minum tersebut. Dan lalat adalah hewan yang tidak berpembuluh darah

– Sebagian ulama menilai bangkai adalah najis dikarenakan darah yang terpendam dalam tubuh bangkai tersebut, karena darah yang mengalir adalah najis namun terpendam dalam bangkai tersebut. Adapun hewan yang tidak berpembuluh maka tidak ada endapan darah.

– Ini juga dalil bahwa kepiting hukumnya halal, karena seandainya kepiting diikutkan dengan hukum hewan darat, maka ia adalah hewan yang tidak memiliki pembuluh darah, sehingga tidak perlu disembelih dan bangkainya juga halal.

– – – – – •(*)•- – – – –

Menebar Cahaya Sunnah