Dilema Senioritas…

Di berbagai masjid, ditemukan banyak sekali imam dan muazzin yang sangat dilematis menyikapinya, dilihat dari umur, ya sudah cukup bahkan sangat tua, dilihat dari konsistensinya, juga tidak diragukan lagi, seakan tiada pernah luput dari sholat di masjid, pokoknya masyaAllah banget gitu.

Namun di sisi lain, mereka memiliki banyak kekurangan, yang paling menonjol ialah kekurangan ilmu, bacaannya ndak faseh, makharij hurufnya wallahu a’alam, tajwidnya juga seakan tidak tercium sama sekali. Belum lagi masalah suaranya yang sudah nampak payah, dan masih banyak lagi kekurangannya. Semoa Allah Ta’ala menerima semua amalan mereka, keteguhan mereka dalam memakmurkan masjid, namun haruskah semua itu tetap dipertahankan, padahal di barisan belakangnya sudah banyak anak-anak muda yang jos bacaannya, juga rajin sholat berjamaahnya, dan suaranya juga luar biasa, seakan imam Masjidil Haram Mekkah atau Masjid Nabawi Madinah.

Kalau secara aturan hukum syari’at maka jelas, sebagaimana yang disebutkan pada hadits berikut:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة فإن كانوا في الهجرة سواء فأكبرهم سنا

Yang paling berhak menjadi imam (sholat) di suatu masyarakat ialah yang paling banyak bacaannya (hafalannya), dan bila mereka sama dalam hal bacaan (hafalan) maka orang yang paling mengetahui sunnah (berilmu), dan bila dalam hal ilmu sama, maka orang yang paling dahulu hijrah, dan bila dalam hal hijrah sama, maka orang yang paling tua. (Muslim, At Tirmizy dan ini adalah teks riwayat Imam At Tirmizy)

Skala prioritas dalam hal ini terletak pada yang paling banyak hafalan, lalu paling banyak ilmu dan paling dahulu hijrah (islam) dan selanjutnya barulah mempertimbangkan aspek umur.

Mungkin dahulu, di saat belum ada yang lebih pantas dibanding beliau-beliau, mereka adalah pilihan paling tepat, namun kini, setelah banyak santri santri lulus dari pesantren, masihkah pilihan zaman duhulu relevan dipertahankan?

Kalau anda berkata: hormatilah orang tua, maka sudah sepatutnya yang tua juga menyayangi yang muda. Hormat dan kasih sayang itu tidak buta, dan juga bukan dalil, Sudah sepatutnya ada regenerasi imam dan muazzin, agar sepeninggal yang tua, masjid tidak mengalami kevakuman imam atau muazzin.

Sebagaimana, mumpung yang tua masih ada, mereka bisa memberikan arahan dan pengawasan kepada yang muda, sehingga kelak bisa istiqamah sebagaimana orang-orang tua dapat istiqamah menjadi imam hingga masa tua. Senioritas tidak sepatutnya diposisikan sebagai alasan untuk mematikan kreatifitas, regenerasi dan kesempatan untuk berkarya bagi yang muda.

Semoga ke depan senioritas tidak lagi dijadikan alat untuk memupus anak anak muda dan kelebihan anak anak muda tidak dijadikan sebagai senjata untuk merendahkan yang tua.

Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.