Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin rohimahullah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut :
PERTANYAAN:
Apakah silaturrohim memiliki batasan waktu tertentu..?
JAWABAN:
Wajib kita mengetahui suatu kaedah yang sangat berguna bagi penuntut ilmu dan selain penuntut ilmu, yaitu apabila Allah menyebutkan tentang suatu hal dan tidak membatasinya, maka perkaranya kembali kepada adat dan kebiasaan manusia.
Silaturrohim datang dalam al-Qur’an dan sunnah dengan tanpa pembatasan, sehingga perkaranya kembali kepada adat kebiasaan manusia. Dan adat kebiasaan manusia tentu berbeda-beda selaras dengan perbedaan zaman, negeri, dan keadaan.
Misal: Pada sebagian daerah engkau harus mengunjungi kerabatmu setiap bulan. Bila engkau tidak melakukannya berarti engkau telah memutus hubungan silaturrohim. Demikian juga pada sebagian suku (kabilah), pada sebagian masa, dan sebagian keadaan tertentu. Manusia butuh untuk tetap saling berhubungan dan seseorang tidak meninggalkan yang lainnya.
Namun pada sebagian keadaan tidaklah demikian. Demikian juga kerabat terkadang sakit, butuh untuk berkali-kali dikunjungi. Atau terkadang dia itu fakir yang membutuhkan bantuan materi.
Kesimpulannya, selama silaturrohim itu tidak ada batasan ketentuannya, tidak di dalam al-Qur’an, tidak pula di dalam sunnah, maka urusannya dikembalikan kepada kebiasaan manusia.
Di zaman sekarang ini, kita dapat menjalin hubungan silaturrohim kepada kerabat dengan menggunakan telepon, meskipun engkau menghubunginya setiap hari.
Namun suatu hal yang telah diketahui bila engkau menghubunginya setiap hari tentu hal ini akan membuatnya jenuh.
Kalau engkau menjadikannya setiap pekan sekali, setengah bulan sekali, atau dua bulan sekali sesuai dengan keadaan, tentunya hal ini akan lebih baik.
Kemudian kerabat juga berbeda-beda tingkat kekerabatannya, maksudnya anak paman tentu tidaklah sama dengan saudara (kandung).
(Silsilatu Liqo’atil Baabil Maftuh – 126)
=====
MAKNA KALIMAT SILATURROHIM YANG SEBENARNYA
Terkait makna kalimat Silaturrohim yang sebenarnya, Ibnu Atsir rohimahullah menjelaskan,
تكرر في الحديث ذكر صلة الرحم: وهي كناية عن الإحسان إلى الأقربين من ذوي النسب، والأصهار، والتعطف عليهم، والرفق بهم، والرعاية لأحوالهم، وكذلك إن بَعُدُوا أو أساءوا, وقطعُ الرحم ضِدُّ ذلك كله
“Banyak hadits yang menyebutkan tentang silaturrohim.
Silaturrohim adalah istilah untuk perbuatan baik kepada karib-kerabat yang memiliki hubungan nasab, atau kerabat karena hubungan pernikahan serta berlemah-lembut, kasih sayang kepada mereka, memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga andai mereka menjauhkan diri atau suka mengganggu. Dan memutus silaturahim adalah kebalikan dari hal itu semua..”
(An Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/191-192, dinukil dari Shilatul Arham, 5)