Ibnu Sa’di rohimahullah membagi sebab kebahagiaan menjadi tiga bagian :
PERTAMA : kebahagiaan yang terlahir dari sebab agama.
KEDUA : kebahagiaan yang lahir dari sebab memperoleh apa yang sesuai dengan tabiat dan instingnya.
KETIGA : kebahagiaan yang lahir disebabkan kerja kerasnya, usaha dan kesungguhannya.
Adapun kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan yang dirasakan setiap mukmin manakala punya tujuan hidup yang jelas, mencari keridhoan Robb Sang penciptanya, tempat ia bernaung, berlindung, bergantung dan memuja, segala kebahagiaan apapun dari dua kebahagiaan lainnya, akan lebur dalam kebahagiaan mengabdi kepada Al Kholiq Sang Pencipta, yang kasih dan menyayanginya lebih dari kecintaan ibu kandungnya sendiri.
Kebahagiaan, kerajaan, kekuasaan dan harta benda Baginda Nabi Sulaiman- ‘Alaihis salam- lenyap tak bermakna dalam samudera cintanya kepada Allah sang Kekasih. Manakala ia terlalaikan dari kuda-kuda pacu dan kuda perangnya hingga telat sholat Ashar hingga matahari tenggelam, membuat ia tersadar dan menyembelih seluruh kuda-kuda perangnya, untuk disedekahkan pada Allah Robbul ‘Alamin.
Kebahagiaan mendapatkan apa yang disenangi adalah tabiat manusia, seperti memperoleh harta benda, makanan yang lezat dikala lapar, rumah yang indah tempat bernaung, kerjaan dan gaji yang bagus, kesehatan dan nikmat anak dan istri, adalah kebahagiaan yang berserikat padanya mukmin dan kafir, bahkan boleh jadi kebahagiaan orang kafir dengan dunia, harta dan pangkat yang ia miliki melebihi berlipat ganda daripada yang dimiliki mukmin.
Sebagaimana kebahagiaan Firaun dan Haman dengan kedudukan, kebahagiaan Qorun dengan harta, yang jauh mengalahkan apa yang dimiliki Musa dan Harun. Namun bukankah Musa dan Harun lebih bahagia dari mereka.
Kebahagiaan dengan kerja keras, menghasilkan berbagai penemuan untuk memudahkan hidup, banyak dirasakan orang-orang kafir, seperti kebahagiaan penemu mesin uap, mesin lokomatif, listrik hingga penemu pesawat dan roket serta berbagai alat komunikasi canggih sekarang, yang kesemuanya adalah kebahagiaan yang semu, dan berakhir dengan kepunahan.
Manakah kebahagiaan kaum Tsamud yang ahli memahat rumah-rumah dari gunung-gunung keras..?
Manakah kebahagiaan Firaun dengan piramida-piramida yang ditinggalkan..?
Semuanya lenyap hanya sisa-sisa keruntuhan peradaban maju masa silam.
Bila kau ingin bahagia yang hakiki, masuki pintu agama Allah, ketuk kebahagiaan pada ridho-Nya dan kecintaan-Nya, niscaya kebahagiaan kan melekat abadi sepanjang masa.
Rasakan surga dunia dalam taman-taman ketaatan pada-Nya, sebelum kau nikmati surga akhirat.
“dalam dunia ini ada surga, bilamana seseorang tak pernah merasakannya, ia takkan pernah merasakan surga akhirat..”
Ditulis oleh,
Ustadz Abu Zubair Ahmad Ridwan MA, حفظه الله تعالى
ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL