Rejeki sudah dijamin, mengapa dipikir sungguh-sungguh ? Sedang urusan surga belum ada jaminan, mengapa tidak sungguh-sungguh ?
Demikian pernyataan sebagian orang, seakan itu adalah idiologi yang haqul yaqin tidak boleh dibantah atau minimal diragukan lagi. Padahal ucapan di atas nyata nyata menyelisihi dalil, diantaranya sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
مَا مِنْكُمْ من أَحَدٍ إِلا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ أَوِ الْجَنَّةِ ” . فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلا نَتَّكِلُ ؟ قَالَ : ” اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ,
“Tiada seorangpun dari kalian melainkan telah dituliskan tempat duduknya di neraka atau di surga.” Spontan salah seorang lelaki bertanya: “wahai Rasulullah, bila demikian apa tidak lebih baik kita berpangku tangan saja ?” Beliau menjawab: “beramallah, karena setiap orang akan dimudahkan untuk menemui apa yang telah ditaqdirkan untuknya.” (Muttafaqun Alaih)
Jadi, masihkah ada dikotomi antara taqdir urusan akhirat dari taqdir urusan dunia ?
Memotivasi agar masyarakat lebih semangat dalam urusan akhirat, tidak perlu menafikan status taqdir dalam urusan dunia.
Lalu yang benar bagaimana ?
Simak metode Imam Ibnu Al Qayyim dalam menunaikan misi mulia di atas; memotivasi akhirat tanpa mengingkari taqdir dalam urusan surga dan neraka. beliau bekata:
يهتمون بما ضمنه الله ولا يهتمون بما أمرهم به, ويفرحون بالدنيا ويحزنون على فوات حظهم منها ولا يحزنون على فوات الجنة وما فيها ,ولا يفرحون بالإيمان فرحهم بالدرهم والدينار
“Mereka begitu peduli dengan urusan yang telah Allah jamin untuk mereka, namun mereka kurang peduli dengan urusan yang Allah perintahkan mereka dengannya.
Mereka girang dengan urusan dunia, dan berduka bila gagal mendapatkan bagian darinya. Namun mereka tidak berduka bila kehilangan kesempatan mengapai surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya.
Mereka tidak girang dengan urusan iman, kegirangan mereka hanyalah urusan dirham dan dinar.“
(Al Fawaid Ibnu Al Qayyim 157)
Semoga bermanfaat.
Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى