Istri idaman istri yang bertauhid, bukan yang musyrik, sebaliknya juga demikian.
Ketika Hajar beserta putranya yang masih bayi yaitu Ismail ‘alaihimaassalam, ditinggalkan oleh sang suami sekaligus sang ayah yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, di satu lembah tak berpenghuni dan juga tidak nampak ada tanda tanda sumber kehidupan.
Hajar ‘alaihassalam tiada bertanya, ke mana ia bisa belanja, atau memetik buah buahan, atau tanaman, tetapi ia bertanya:
“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan hal ini (meninggalkan mereka berdua di lembah Makkah) ?”
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab: “Betul.”
Segera Hajar ‘alaihassalam menimpali jawaban suaminya dengan berkata:
إذن لا يضيعنا
“BIla demikian, niscaya Allah tiada mungkin menyia-nyiakan kami.” (Bukhari dan lainnya)
Kisah ini begitu indah dan begitu dalam menyimpan nilai nilai tauhid.
Walau, keduanya beriman, bertawakkal, dan berserah diri kepada Allah Ta’ala, namun demikian, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam setelah berada di tempat yang lumayan jauh, sehingga tidak lagi nampak oleh sang istri Hajar ‘alaihassalam, beliau segera berdo’a, memohonkan :
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim 37)
Dan sebaliknya, Hajar ‘alaihassalam juga tidak berpangku tangan, setelah merasa kehausan, beliau berusaha mencari air, berlari ke sana dan ke mari, sekali gagal, tiada putus asa, diulang lagi hingga tujuh kali.
Ada yang unik, beliau mengulang pencarian di tempat yang sama berkali-kali, padahal setiap kali berlari dari bukit Sofa ke Marwah, beliau tidak menemukan ada tanda tanda kehidupan atau pertolongan.
Namun demikian, beliau tiada berputus asa, tetap optimis dengan ucapannya di atas, bahwa Allah tiada menyia-nyiakannya.
Bisa jadi anda merasa gagal, atau usaha yang anda lakukan sudah terbukti berkali kali gagal, namun tidak sepatutnya anda pesimis.
Dan ada yang unik pula, dalam kondisi ini, Hajar ‘alaihassalam dihadapkan pada dua pilihan berat:
1. Menunggui putranya agar tidak diserang burung elang, atau nasar, atau srigala atau hewan lainnya.
2. Mencari air minum yang sangat urgen bagi kelangsungan hidup dirinya dan juga putranya tercinta.
Mungkin anda akan berkata: idealnya beliau membawa serta sang putra berlari ke sana dan ke sini, sambil mencari air minum, tetapi itu tidak beliau lakukan, karena pilihan ini tentu sangat memberatkan langkahnya mencari air, atau bisa jadi tidak kuasa beliau lakukan, karena beliau memulai mencari air setelah kehausan .
Demikianlah hidup, sering kali kita terpaksa memilih pilihan yang pahit, namun orang bijak dengan izin Allah dapat menentukan pilihan yang tepat, yaitu memilih yang lebih ringan resikonya dan paling kuasa ia lakukan dibanding pilihan lain yang lebih berat resiko dan lebih susah untuk dia kerjakan.
Semoga bermanfaat.
Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى.