Perkataan dalam agama yang “Tidak Ada Keterangannya” di dalam al-Qur’an, hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, perkataan para sahabat Nabi dst tidak boleh dijadikan sandaran dalam berdalil atau disebarluaskan !
Pada saat ini semakin banyak orang yang tidak berhati-hati dalam menukil tulisan, pembicaraan, artikel dll, baik di group WA, Telegram, Facebook atau media sosial lainnya, tanpa memastikan terlebih dahulu tentang kebenarannya, sehingga mereka sering kali dengan mudahnya menshare dari hadits palsu, bathil, tidak ada asal usulnya, munkar, dho’iifun jiddan dll. Hal itu jelas dapat menyesatkan manusia dan memfitnah mereka serta membawa kepada kedustaan.
Dan ini merupakan perbuatan dosa besar, karena menyandarkan suatu perkataan dusta kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal Allah dan Rasul-Nya tidak pernah berkata seperti itu.
Tidakkah takut dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي قَالَا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يَكْذِبُ بِالْكَذْبَةِ تُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Semalam aku melihat dua orang mendatangiku (yaitu dua malaikat yang menjelma menjadi dua lelaki), mereka berdua berkata : “Orang yang engkau lihat dirobek sisi mulutnya hingga pipinya adalah seorang pendusta yang berdusta dengan satu dusta, lantas dusta tersebut disebarkan hingga mencapai penjuru ufuq, maka dia disiksa demikian hingga hari kiamat” (HR. Bukhari no.6096, hadits dari Samuroh bin Jundub)
Allah Ta’ala telah mengingatkan kita agar senantiasa dan selalu mengecek kebenaran suatu berita :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
(1). “Wahai orang-orang yang beriman ketika datang kepada kalian orang yang fasik dengan membawa suatu berita maka tabayyunlah (carilah kebenaran berita itu)…” (QS. Al-Hujurat : 6)
(2). “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al-Israa’ : 36)
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ , إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
(3). “Dan tiadalah yang diucapkan (Rasul) itu (yaitu Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An-Najm : 3-4)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
(4). “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di Neraka” (HR. Bukhari no. 107 dan Muslim no. 3, hadits dari Abu Hurairah).
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
(5). “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama orang lain. Karena barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari Neraka” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4, hadits dari al-Mughirah)
إِنَّ الَّذِي يَكْذِبُ عَلَيَّ يُبْنىَ لَهُ بَيْتٌ فىِ النَّارِ
(6). “Sesungguhnya orang yang berdusta atas namaku akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam Neraka” (HR. Ahmad II/ 32, 103, 144, hadits dari Ibnu Umar, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 1694 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1618)
سَيَكُوْنُ فىِ آخِرِ الزَّمَانِ نَاسٌ مِنْ أُمَّتىِ يُحَدِّثُوْنَكُمْ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوْا أَنْتُمْ وَ لاَ آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَ إِيَّاهُمْ
(7). “Pada akhir zaman nanti akan ada orang-orang dari umatku yang memberitakan kepada kalian suatu hadits yang tidak pernah didengar oleh kalian dan juga oleh bapak-bapak kalian. Oleh karena itu berhati-hatilah kalian kepada mereka. Sehingga mereka tidak akan bisa menyesatkan kalian dan juga tidak bisa menebar fitnah kepada diri kalian” (HR. Muslim no.7, hadits dari Abu Hurairah)
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
(8). “Cukuplah seseorang dianggap pendusta ketika dia menceritakan (menyebarkan) setiap apa saja yang dia dengar” (HR. Muslim no.5 dan Abu Dawud no.4992, lihat ash-Shahiihah no.205).
Imam Ibnu Hibban berkata : “Di dalam hadits ini ada ancaman bagi seseorang yang menyampaikan setiap apa yang dia dengar sampai dia tahu dengan seyakin-yakinnya bahwa hadits atau riwayat itu adalah shahih” (Kitab Majruhin minal Muhadditsin I/16-17).
Imam an-Nawawi dalam Kitab Syarah Shahih Muslim berkata :
وَأَمَّا مَعْنَى الْحَدِيث وَالْآثَار الَّتِي فِي الْبَاب فَفِيهَا الزَّجْر عَنْ التَّحْدِيث بِكُلِّ مَا سَمِعَ الْإِنْسَان فَإِنَّهُ يَسْمَع فِي الْعَادَة الصِّدْق وَالْكَذِب ، فَإِذَا حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ فَقَدْ كَذَبَ لِإِخْبَارِهِ بِمَا لَمْ يَكُنْ
“Makna hadits dan atsar yang ada dalam bab ini adalah peringatan agar tidak menyampaikan apa saja yang didengarnya. Karena biasanya berita itu ada yang benar dan ada yang dusta. Maka apabila ia membicarakan semua yang didengarnya maka sungguh dia telah dusta karena menyampaikan apa yang sebenarnya tidak ada“
Berhati-hatilah dalam menulis, berbicara dan menyebarkan berita yang seperti itu, karena orang itu akan tertuduh sebagai “PENDUSTA“.
Allah Ta’ala berfirman :
قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
(9). “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” (QS. Adz-Dzaariyaat : 10)
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
(10). “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu ? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al-An’aam : 144).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(11). “Sesungguhnya kedustaan itu akan menjerumuskan kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke dalam Neraka. Seseorang yang biasa berdusta maka di sisi Allah ia akan dicap sebagai PENDUSTA” (HR. Bukhari no.6094 dan Muslim no.2606, hadits dari Abdullah bin Mas’ud).
إِيَّاكُمْ وَ كَثْرَةَ اْلحَدِيْثِ عَنىِّ فَمَنْ قَالَ عَلَيَّ فَلْيَقُلْ حَقًّا أَوْ صِدْقًا وَ مَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
(12). “Waspadalah kalian dari banyak menyampaikan hadits dariku. Barangsiapa yang hendak berkata maka berkatalah yang benar atau yang hak. Dan barangsiapa yang berucap atas namaku yang TIDAK pernah aku ucapkan maka bersiaplah tempatnya di Neraka” (HR. Ibnu Majah no.35, Ahmad V/ 297 dan ad-Darimi I/ 77, hadits dari Abu Qatadah, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.2684 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no.1753)
Berhati-hatilah, sudah banyak ikhwan dan akhawat yang tergelincir…
Berhati-hatilah, karena Allah akan menghisab apa yang ditulis dan di sebarkan…
Ini adalah permasalahan besar, hendaklah berilmu terlebih dahulu sebelum beramal…
Maka dari itu, sebelum menyebarkan artikel perhatikanlah adab-adab berikut ini :
(1). Periksa terlebih dahulu kevalidan artikel tersebut.
(2). Bila bc itu berisi pesan agama, maka pastikan keshohihan isi bc tersebut baik dari sisi materi, dalil dan sisi pendalilannya. Bertanyalah pada orang yang berilmu.
(3). Bila hanya menukil artikel, maka berilah keterangan sumber artikel tersebut.
(4). Bila terlanjur salah dalam menyampaikan artikel maka segeralah meluruskan artikel tersebut dan tidak perlu malu, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah.
(5). Tidak semua yang didengar atau dibaca lantas langsung disebarkan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
“Diharuskan bagi seorang yang ingin menilai suatu ucapan, perbuatan atau golongan untuk berhati-hati dalam menukil dan tidak memastikan kecuali (setelah) benar-benar terbukti, tidak boleh mencukupkan diri hanya dengan isu yang beredar, apalagi jika hal itu menjurus kepada celaan terhadap seorang ulama” (Dzail at-Tabr al-Masbuk hal 4 oleh as-Sakhawi, dari Qashash Laa Tatsbutu II/16 oleh Masyhur bin Hasan Salman).
Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى