Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata
مَا صَدَقَ اللهَ عَبْدٌ أَحَبَّ الشُّهْرَةَ
“Tidaklah jujur kepada Allah, seorang hamba yang mencintai ketenaran.”
Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata:
“Saya katakan,
عَلاَمَةُ المُخْلِصِ الَّذِي قَدْ يُحِبُّ شُهْرَةً، وَلاَ يَشْعُرُ بِهَا أَنَّهُ إِذَا عُوتِبَ فِي ذَلِكَ لاَ يَحْرَدُ (أَيْ: لاَ يَغْضَبُ) وَلاَ يُبَرِّئُ نَفْسَهُ
Tanda seseorang yang ikhlas, (saat ia terjatuh) mencintai ketenaran yang tanpa disadarinya, jika ia ditegur lantaran hal itu (maka) ia tak akan marah dan tidak menganggap dirinya terbebas dari kekurangan tersebut. Ia justru menyadari (atas kekurangannya) dan berkata,
رَحِمَ اللهُ مَنْ أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي
“Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku.”
وَلاَ يَكُنْ مُعْجَبًا بِنَفْسِهِ؛ لاَ يَشْعُرُ بِعُيُوبِهَا، بَلْ لاَ يَشْعُرُ أَنَّهُ لاَ يَشْعُرُ، فَإِنَّ هَذَا دَاءٌ مُزْمِنٌ
Janganlah dia menjadi orang yang merasa ujub (bangga), tidak menyadari aib-aibnya, bahkan tidak sadar bahwa dirinya tidak menyadari aib-aibnya. Ini adalah penyakit yang kronis.”
[Sumber: Siyar A’lam an-Nubala karya adz-Dzahabi, jilid 7, hlm
393]