Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, MA, حفظه الله تعالى
Sobat, mungkin anda sering mendengar petuah bijak : di zaman sekarang, tontonan menjadi tuntunan dan sebaliknya tuntunan menjadi tontonan.
Perilaku para pemain senetron, dagelan, bintang film, penyanyi pemain sandiwara oleh banyak orang telah banyak dijadikan sebagai tuntunan sehingga diteladani.
Sedangkan, Al Qur’an dan As Sunnah kini telah diasingkan atau dicampakkan, sehingga hanya berfungsi sebagai tontonan. Karena itu, masyarakat lebih pandai dan bersemangat untuk mengkreasikan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keislaman seseorang hanya diukur dari kreasi seni kaligrafi atau yang serupa yang terpajang di rumah seseorang. Adapun amalan dan keimanan telah jauh jauh hari diabaikan.
Banyak orang hanya puas dengan sebutan dan nama, adapun hakekat dan prakteknya maka telah lama dilupakan.
Sobat! Momentum hadirnya bulan Ramadhan ini sepatutnya menjadi kilas balik bagi kita semua untuk berubah ke arah yang lebih baik. Isi lebih penting dibanding nama dan sebutan. Tidakkah saudara ingat, bagaimana dahulu nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dituduh sebagai orang gila, tuang sihir dan penyair. Namun demikian, beliau tidak menghiraukan tuduhan itu, beliau lebih mementingkan pembuktian dengan akhlak beliau yang mulia.
Karena itu, ketahuilah bahwa sampaipun puasa Ramadhan yang sesaat lagi tiba, bisa jadi hanya namanya yang kita dapat, adapun hakikat dan maknanya benar-benar terluput dari genggaman kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع
“Bisa jadi orang yang berpuasa, tiada mendapatkan manfaat dari puasanya selain rasa lapar.” (Bukhari)
View