Al-Hasan bin ‘Arofah berkata :
الحسن بن عرفة يقول: قال لي ابن المبارك: اسْتَعَرْتُ قَلَمًا بِأَرْضِ الشَّامِ، فَذَهَبْتُ عَلَى أَنْ أَرُدَّهُ، فَلَمَّا قَدِمْتُ مَرْو، نَظَرْتُ فَإِذَا هُوَ مَعِي فَرَجَعْتُ إِلَى الشَّامِ حَتَّى رَدَدْتُهُ عَلَى صَاحِبِهِ
Ibnul Mubarok rahimahullah berkata kepadaku :
“Aku pernah meminjam sebuah pena di negeri Syam, lalu aku pergi untuk mengembalikannya. Tatkala aku sampai di negeri Marwu (*) aku lihat ternyata pena tersebut masih ada padaku. Akupun kembali ke Syam hingga kukembalikan pena tersebut kepada pemiliknya”
(Lihat Siyar A’laam An-Nubalaa’ 8/395, Taarikh Dimasyq 32/434 dan Shifat As-Shofwah 4/145)
Hanya karena untuk mengembalikan sebuah pena
Ibnul Mubaarok rela bersafar jauh untuk mengembalikannya.
Kita di zaman sekarang belum tentu mau untuk bersafar menempuh jarak yang jauh (meskipun naik pesawat) hanya karena ingin mengembalikan sebuah pena.
Apalagi di zaman dahulu yang perjalanan begitu berat dan hanya ditempuh dgn seekor onta atau kuda.
Tidaklah Ibnul Mubarok rahimahullah tergerak untuk melakukannya kecuali karena keimanan yang tinggi akan hari akhirat dan bahwasanya seluruh amanah (sekecil apapun juga) akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah سبحانه وتعالى
Firanda Andirja, حفظه الله تعالى
(*) Marwu atau Merv adalah sebuah kota kuno yang kini terletak di negara Turkmenistan.