Suatu ketika Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi (w 476 H) ingin meninggalkan kota Baghdad, maka lewatlah beliau di sebuah jalanan kota itu.
Tiba-tiba ada seorang kuli pembawa sayuran mengatakan kepada temannya: “Pendapat Sahabat Ibnu ‘Abbas dalam masalah Istitsna’ itu tidak benar, karena kalau itu benar, tentunya Allah ta’ala tidak akan mengatakan kepada Nabi Ayyub -‘alaihissalam-:
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ
‘Ambillah dengan tanganmu seikat rumput (alang-alang), lalu pukullah dengan itu, dan janganlah kamu melanggar sumpah..’ [QS. Shad: 44].
Akan tetapi harusnya Allah cukup mengatakan kepadanya: ‘lakukanlah istitsna’ (ucapan InsyaAllah)..! Sehingga dia tidak perlu melakukan cara seperti itu untuk menunaikan sumpahnya..”
Melihat pemandangan itu, Imam Abu Ishaq mengatakan kepada dirinya: “Negeri yang kuli pembawa sayurannya saja bisa membantah perkataan Sahabat Ibnu ‘Abbas, tidak pantas engkau keluar meninggalkannya..” [Al-Bahrul Muhith Liz Zarkasyi 4/382].
—–
Bisa dibayangkan, kalau kulinya saja seperti itu, bagaimana dengan para ulamanya..!
Diterjemahkan oleh,
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى