Ibnu_Mukhtar ہﮩ
Di tahun 97 H…
“Wahai Abu Hazim, berdoalah untukku.”, kata Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik kepada Salamah bin Dinar Abu Hazim Al A-roj rohimahulloh. Beliau adalah seorang alim, cendekia dan Imam di kota Madinah.
Abu Hazim berkata : “ya Alloh, bila hamba-Mu Sulaiman ini adalah orang yang Kau cintai, maka mudahkanlah baginya jalan kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan jika dia termasuk musuh-Mu, maka berilah hidayah kepada apa yang Engkau sukai dan Engkau ridhoi, aamiin.”
Salah satu hadirin berkata : “Alangkah buruknya perkataanmu tentang amirul mukminin. Engkau sebutkan kholifah muslimin termasuk musuh Alloh, kamu telah menyakiti perasaannya.”
Abu Hazim : “Justru perkataanmu itulah yang buruk. Ketahuilah bahwa Alloh telah mengambil janji para ulama agar berkata jujur : ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,’ QS. Ali Imron ayat 187
Beliau menoleh kepada Kholifah seraya berkata : “Wahai Amirul Mukminin, umat-umat terdahulu tinggal dalam kebaikan dan kebahagiaan selama para pemimpinnya selalu mendatangi ulama untuk mencari kebenaran pada diri mereka. Kemudian muncullah kaum dari golongan rendah yang mempelajari berbagai ilmu mendatangi para amir untuk mendapatkan kesenangan dunia. Selanjutnya para amir tersebut tak lagi menghiraukan perkataan ulama, maka merekapun menjadi lemah dan hina di mata Alloh.
Seandainya segolongan ulama itu tidak tamak terhadap apa yang di sisi para amir, tentulah amir-amir tersebut akan mendatangi mereka untuk mencari ilmu. Tetapi karena para ulama menginginkan apa yang ada di sisi para amir, maka para amir tak mau lagi menghiraukan ucapannya.”
Kholifah : “Anda benar…”
Dikutip dari Mereka adalah para Tabi’in, Pustaka At-Tibyan hal. 167-168, dengan sedikit perubahan.
———–