Kalau ada perintah dari Nabi shollallohu alaihi wasallam, jangan mencari celah untuk meninggalkannya, tapi semangatlah untuk mengikuti beliau.
======
Sebaliknya, jika beliau melarang, jangan mencari celah untuk melanggarnya, tapi semangatlah untuk menjauhinya, jangan bermain api untuk dirimu sendiri.
Syeikh ‘Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:
“Jika datang larangan (dari syari’at), maka jauhilah, jangan bertanya apakah itu haram atau makruh..!
Sebaliknya, jika datang perintah (dari syari’at), maka ikutilah, tidak usah menanyakan apakah itu wajib atau sunnah..!
Dahulu para sahabat -rodhiallohu ‘anhum-, jika diperintah oleh Rosul -shollallohu ‘alaihi wasallam- melakukan apapun, mereka tidak menanyakan: ‘wahai Rosulullah, apakah engkau bermaksud mewajibkan atau mensunnahkan..! Tapi mereka langsung menjalankannya.
Berbeda, ketika seseorang terjatuh dalam masalah, sehingga tidak mampu melakukan sesuatu yang diperintahkan atau tidak mampu meninggalkan sesuatu yang dilarang.. dalam keadaan seperti ini baru kita bahas apakah itu perintah wajib atau perintah sunnah..
Adapun sebelum itu, maka nasehatku kepada semua orang yang beriman, jika mendengar perintah Allah dan Rosul-Nya hendaknya dia mengatakan: ‘saya dengar dan saya taat..’, lalu mengerjakannya.
Begitu pula ketika mendengar larangan, hendaknya dia mengatakan: ‘saya dengar dan saya taat..’, lalu meninggalkannya, jangan sampai ia menjadikan dirinya dlm bahaya..
(Ingatlah) orang yang paling tinggi patuhnya kepada perintah Allah dan Rosul-Nya, merekalah orang yang paling kuat imannya..
Allah berfirman (yang artinya): “Sungguh perkataan kaum mukminin ketika diajak kepada hukum Allah dan RasulNya, tidak lain kecuali mereka mengatakan: ‘kami dengar dan kami patuh’. Mereka itulah orang-orang yang selamat..”
[Liqo bab maftuh 160].
——-
Pesan ini hanya sebagai pengingat saja.. karena di zaman ini, banyak orang ketika diingatkan untuk menjalankan suatu tuntunan agama, seringkali menjawabnya dengan mengatakan; itu kan hanya sunnah, bukan kewajiban..
Sebaliknya, kalau diingatkan meninggalkan sesuatu yang tidak baik, seringkali menjawab, itu kan hanya makruh, tidak sampai haram..
Bahkan seringkali ‘madzhab syafii’ yang sangat kita hormati, dipakai hanya untuk melegalkan melakukan sesuatu yang makruh, atau untuk meninggalkan sesuatu yang sangat dianjurkan oleh Islam..
Diingatkan untuk memanjangkan jenggot, bilangnya: “dalam madzhab Syafi’i jenggot hanya sunnah saja..!”
Dinasehati agar jangan merokok, jawabnya: “kami bermadzhab Syafi’i, rokok hanya makruh saja..”
Padahal dalam madzhab Syafii banyak yang mewajibkan memanjangkan jenggot, dan banyak juga dalam madzhab Syafi’i yang mengharamkan rokok.
Tentunya masih banyak contoh-contoh lainnya.. Intinya, janganlah mencari celah untuk meninggalkan tuntunan Islam, atau untuk melakukan larangan Islam.. tapi berusahalah untuk selalu tunduk dengan motto kaum mukminin “sami’na wa atho’na”.
Semoga bermanfaat… Dan silahkan dishare..
Ditulis oleh,
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى