Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
Intinya: hendaknya seseorang melakukan muhasabah terhadap dirinya,
● Pertama: (muhasabah) pada hal-hal yang diwajibkan (dalam syariat), apabila dia tahu ada yang kurang; maka harusnya dia tutup kekurangan itu, dengan meng-qodhonya atau memperbaikinya.
● Kemudian melakukan muhasabah pada hal-hal yang dilarang (dalam syariat), jika dia tahu pernah melakukan sebagian dari larangan itu, maka harusnya dia perbaiki dengan :
– taubat,
– istighfar, dan
– amal-amal kebaikan yang bisa menghapusnya.
● Kemudian melakukan muhasabah atas kelalaiannya. Bila dia telah lalai dengan tujuan dia diciptakan, maka harusnya dia memperbaikinya dengan berdzikir dan menghadapkan dirinya kepada Allah ta’ala.
● Kemudian melakukan muhasabah pada perkataannya, atau langkah kakinya, atau gerakan tangannya, atau apa yang didengarkan telinganya.
– apa yang dia inginkan darinya..?
– mengapa dia melakukannya..?, dan
– bagaimana dia melakukannya..?
Hendaknya dia tahu, bahwa dalam semua gerakan dan ucapan harus dibentangkan DUA aturan:
* mengapa kamu melakukannya..?, dan
* bagaimana kamu melakukannya..?
(Aturan) yang pertama adalah pertanyaan tentang keikhlasan, dan (aturan) yang kedua adalah pertanyaan tentang mutaba’ah, (yakni pengikutan kita kepada cara Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam).
[Kitab: Ighotsatul Lahafan 1/83].
Diterjemahkan oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى