Jangan Terlena Dengan Amalmu…

Suatu hari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di depan para sahabatnya, ia hendak menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tiba-tiba beliau pingsan, kemudian setelah beberapa saat, beliau siuman, kejadian itu berulang 3X, baru setelah itu beliau bisa menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang agung ini, renungkanlah artinya:

“Sesungguhnya orang pertama yang akan diadili kelak pada hari kiamat ada 3.
Pertama, seseorang yang mati syahid, dia dihadpkan kepada Allah & disebutkan oleh-Nya semua kenikmatan yang pernah diberikan kepadanya, maka diapun mengakuinya, kemudia dia ditanya (oleh Allah): Apa yang telah kamu perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut? dia menjwb: Aku telah berjuang untuk-Mu hingga mati syahid. Dijawab (oleh Allah): Kamu dusta, kamu tidaklah berjuang kecuali supaya dikatakan pemberani, & kamu pun telah dikenal, dengan demikian, dia diperintahkan untuk diseret di ats mukanya & dimasukkan ke dalam api neraka.

Kedua, seorang yang menuntut ilmu & mengajarkannya, & membaca Al-Qur’an, maka dia dihadapkan kepada Allah & disebutkan oleh-Nya semua kenikmatan yang pernah diberikan kepadanya, maka diapun mengakuinya, kemudia dia ditanya (oleh Allah): “Apa yang kamu perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut?” dia menjawab: “Aku telah menuntut ilmu & mengajarkannya, & membaca Al-Qur’an karena-Mu.” Dijawab (oleh Allah): “Kamu dusta, kamu tidaklah menuntut ilmu kecuali supaya dikatakan sebagai orang alim, & tidaklah membaca Al-Qur’an kecuali supaya dikatakan sebagai qari’ & kamu pun telah dikenal dengan demikian.” Kemudian diperintahkan untuk diseret di atas mukanya & dimasukkan ke dalam api neraka.

Ketiga seorang dermawan yang diberikan padanya berbagai macam kekayaan, maka dia dihadapkan kepada Allah & disebutkan oleh-Nya semua kenikmatan yang pernah diberikan kepadanya, maka diapun mengakuinya, kemudia dia ditanya (oleh Allah): Apa yang telah kamu perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut? dia menjawab: Tiada satu jalanpun yang Kau cintai di situ seseorang untuk ber’infaq, kecuali telah aku keluarkan semata-mata untuk-Mu. Dijawab (oleh Allah): “Kamu dusta, kamu tidaklah melakukan itu kecuali supaya dikenal sebagai dermawan, & kamupun telah dikenal dengan demikian, kemudian diperintahkan untuk diseret di atas mukanya & dimasukkan ke dalam api neraka”. (HR Muslim and Tirmidzi, Ibnu Hibban).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia & perhiasannya, pasti kami berikan (balasan) penuh pekerjaan mereka di dunia (dengan Sempurna) & mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat, kecuali neraka, & sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) & terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)

Ingin dipuji adalah tabiat manusia
Menyebrangi samudera yang luas, dalam dan penuh hiu, lebih ringah dari pada mengarungi lautan ikhlas. Karena dalam semua itu, diri kita termotivasi untuk kesenangan jiwa kita, untuk nafsu dan naluri manusiawi: popularitas, prestige, kesenangan tersendiri, cinta petualangan, kehebatan dll.

Namun dalam puncak dan samudera keikhlasan: kita memerangi diri kita untuk tidak menyukai apa yang disukainya, untuk membenci apa yang dicintai. Kita suka dipuji, tapi kita harus menghilangkan perasaan itu. Kita suka disanjung, namun kita wajib menghapus keinginan itu. Kita suka dunia, kemewahaan, namun kita diperintahkan untuk menundukkan gejolak nafsu itu dari dalam hati kita, agar yang ada dalam niat dan hati hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala kita beramal, demi sesuatu yang lebih indah dan menakjubkan dari semua itu.

Memang manusia yang berbuat baik, pantas untuk mendapatkan pujian dan sanjungan. Namun beramal baik untuk mendapatkan pujian dan sanjungan adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan memerangi sesuatu yang tumbuh di dalam hati adalah perjuangan yang tidak akan pernah tuntas. Karena penyakit itu tumbuh dan berakar di dalam hati. Semoga Allah Jalla wa ‘Ala membimbing kita agar tetap ikhlas beramal.
Beratnya medan menuju puncak ikhlash

قال الفضيل بن عياض: أدركنا أناس يراءون بما يعملون فصاروا الآن يراءون بما لا يعملون.
– أعربنا في القول .. وأخللنا في العمل .. حتى أصبح إخلاصنا يحتاج إلى إخلاص.
إن من دلائل الإخلاص وعلامات المخلصين اتهامهم لأنفسهم بالتقصير في حق الله ، وعدم القيام بالعبودية لملك الملوك ، بل ومقتهم لأنفسهم ولا يرونها أهلاً لأي فضل ، قال تعالى { والذين يؤتون ما آتوا وقلوبهم وجلةٌ أنهم إلى ربهم راجعون }.

Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Kita telah menjumpai orang-orang yang berlaku riya’ dengan apa yang mereka kerjakan, namun saat ini kita mendapati orang-orang yang berlaku riya’ dengan apa yang tidak mereka lakukan”.

Mendaki puncak himalaya susah dan membutuhkan perbekalan dan perlengkapan, serta butuh beberapa hari, atau beberapa pekan untuk sampai ke puncaknya. Tapi itu tetap lebih mudah dibanding mendaki puncak keikhlasan.

Dan perjuangan untuk sampai ke puncak keikhlasan, untuk merapat ke pantai ikhlas membutuhkan waktu yang kadang lebih panjang dari pada keliling dunia, karena kadang sampai ajal menjemput, ada yang belum sampai ke puncaknya.

سئل التستري: “أي شيء أشد على النفس؟! قال: “الإخلاص؛ لأنه ليس لها فيه نصيب”.

At Tsauri rahimahullah ditanya, “Apakah yang paling berat untuk jiwa? Maka ia berkata, “al Ikhlash, karena tidak ada bagian nafsu di dalamnya”.

Dan seorang ulama’ besar, yang terkenal kezuhudannya, Sufyan at Tsauri rahimahullah berkata:

“ما عالجت شيئاً أشد عليّ من نيتي؛ إنها تتقلبُ عليّ”.

“Tiada ada sesuatu yang lebih berat aku tangani daripada niatku sendiri, sesungguhnya ia suka berbolak-balik”.

Ada Kemudahan
Beratnya medan menuju ikhlash. Sulitnya mengobati hati. Sukarnya memurniatkan niat untuk ilahi. Akan menjadi mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan itu adalah rahasia, kenapa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ.

“Wahai Yang Maha Membolak-balikkah hati, Tetapkanlah hatiku di atas agamamu”. (HR Tirmidzi)

Dan Tatkala Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi Subhanahu wa Ta’ala “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah”. (HR Tirmidzi)

Tiada kemudahan kecuali yang Allah Subhanahu wa Ta’ala buat mudah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menjadikan yang sukar itu mudah apabila Dia berkehendak, tapi sayangnya, kita yang sering lupa memohon keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas semua amal kita.

Simaklah petuah singkat berikut.
Minta rezeki tidak pernah lupa
Minta sehat dan kesembuhan selalu sedia
Minta kesuksesan dan keberhasilan senantiasa dibaca
Tapi minta keikhlasan, mungkin ada sebagian yang lupa

Washalatu wassalamu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajmain.

Syafiq Riza Basalamah, حفظه الله تعالى

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.