Seandainya, agama dan ibadah itu dengan logika, maka saat kentut seharusnya tidak perlu diulangi wudhu dari awal, namun cukup -maaf- bokong (pantatnya) saja yang diusap. Namun realitanya tidak demikian.
Akal dan logika hanyalah mengikuti dalil. Tidak bisa dengan logika menghasilkan hukum dan keyakinan sendiri.
Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Agama bukanlah dengan logika. Agama bukan didasari pertama kali dengan logika. Bahkan sebenarnya dalil yang mantap dibangun di atas otak yang cemerlang. Jika tidak, maka perlu dipahami bahwa dalil shahih sama sekali tidak bertentangan dengan logika yang smart (cemerlang). Karena dalam Al Qur’an pun disebutkan,
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Tidakkah kalian mau menggunakan akal kalian.” (QS. Al Baqarah: 44). Yang menyelisihi tuntunan syari’at, itulah yang menyelisihi logika yang sehat. Makanya sampai ‘Ali mengatakan, seandainya agama dibangun di atas logika, maka tentu bagian bawah sepatu lebih pantas diusap. Namun agama tidak dibangun di atas logika-logikaan. Oleh karenanya, siapa saja yang membangun agamanya di atas logika piciknya pasti akan membuat kerusakan daripada mendatangkan kebaikan. Mereka belum tahu bahwa akhirnya hanya kerusakan yang timbul.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 370).
Jadi bagi para pengagum akal dan kaum liberalism, jangan sok pintar …
Selengkapnya baca artikel Rumaysho.Com:
http://rumaysho.com/belajar-islam/jalan-kebenaran/4535-agama-bukan-dengan-logika.html
– – – – – •(*)•- – – – –