838. Seputar Perceraian Zaid Dari Zainab

838. BBG Al Ilmu – 411

Tanya:
Kenapa yaa Zaid bin haritzah menceraikan Zainab binti jahsy (yang kemudian dinikahi Rosul) ?

Jawab:
Al Lajnah ad Daaimah/komisi fatwa pernah diminta penjelasan mengenai hal ini. Jawaban mereka:

 “…Zaid adalah putra Harithah ibn al – Kalbi Shurahbeel. Zaid adalah budak yang dibebaskan dan diadopsi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga ia dikenal sebagai Zaid bin Muhammad, sampai Allah berfirman:

” Panggillah mereka (anak-anak angkat ) dengan (nama) ayah mereka “(Al-Ahzaab :5) maka sejak itu ia dipanggil Zaid bin Harithah.

Zainab adalah putri Jahsh ibn al – Asadi Rabaab, dan ibunya adalah Umaymah binti ‘ Abd al – Muttalib, bibi dari pihak ayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mengenai kisah pernikahan Zaid dengan Zainab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengaturnya karena Zaid adalah mantan budaknya dan telah menjadi anak angkatnya. Beliaupun mendekati Zainab atas nama Zaid, tapi Zainab menolaknya dan berkata : Saya dari garis keturunan yang lebih baik daripada dia (Zaid, pen). Allah kemudian berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak [pula] bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain] tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al – Ahzaab 36).

Jadilah Zainab menerima pinangan Zaid tersebut sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah dan untuk dapat memenuhi keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk menikahkan Zaid dengannya).

Zainab menikah dan hidup bersama Zaid selama hampir satu tahun, dan kemudian timbulah diantara mereka suatu masalah yang biasa/umum timbul antara suami dan istri.

Zaid kemudian mengeluh tentang Zainab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ini dikarenakan kedekatan hubungan beliau dengan Zaid (anak angkat) dan Zainab (sepupu).

Zaid mengisyaratkan bahwa ia ingin menceraikan Zainab, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menasihati Zaid untuk menjaga dan bersabar dengan Zainab. Nasihat ini diberikan meskipun beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat itu sudah tahu dari wahyu Allah bahwa Zaid akan menceraikan Zainab dan dia (Zainab) akan menjadi istrinya.

Tapi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kawatir orang-orang akan mengkritik beliau karena menikahi istri anaknya, sebagaimana hal itu telah dilarang selama masa Jaahiliyyah.

Allah menegur Rasul-Nya ketika berfirman:

“Dan [ingatlah], ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni’mat kepadanya (Zaid bin Haarithah) dan kamu [juga] telah memberi ni’mat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti…” (Al – Ahzaab 37)

Makna dari ayat diatas, (dan Allah tahu yang terbaik):
“…Kamu (Rasulullah) menyimpan di hatimu apa yang Allah telah beritahu kepadamu, bahwa Zaid akan menceraikan istrinya Zainab dan Kamu akan menikahi Zainab (dalam rangka ketaatan atas perintah Allah dan menjalankan kebijaksanaan-Nya), karena Kamu takut komentar dan kritik masyarakat atas perbuatan itu (menikahi Zainab), sedangkan Allah-lah yang lebih layak Kamu takuti, dan Kamu umumkan apa yang telah diwahyukan kepadamu tentang situasimu, situasi Zaid dan istrinya Zainab, tanpa kawatir/takut tentang apa yang akan dikatakan orang atau bagaimana mereka akan mengkritikmu…”

Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Zainab, beliau melamarnya setelah berakhirnya ‘iddah -Zainab menyusul perceraiannya dengan Zaid.

Allah meng-anugerahkan kepada Rasulullah pernikahan tanpa wali dan saksi, karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah wali dari semua orang mu’min, dan lebih dekat dengan mereka daripada diri mereka sendiri, sebagaimana firman Allah:

“Nabi itu [hendaknya] lebih utama bagi orang-orang mu’min dari diri mereka sendiri…” (Al – Ahzaab :6).

Dengan demikian Allah menghapuskan kebiasaan adopsi jaahiliah, dan membolehkan Muslim untuk menikahi istri-istri orang-orang yang mereka telah diadopsi, setelah yang terakhir dipisahkan dari mereka oleh kematian atau perceraian, sebagai rahmat dari-Nya kepada umat yang beriman dan agar membebaskan mereka dari kesulitan .

Adapun riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Zainab dari belakang layar dan bahwa dia tertarik padanya dan jatuh cinta padanya, dan Zaid tahu tentang itu dan mulai tidak menyukai Zainab, dan Zaid ingin mengutamakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan cara menceraikan Zainab agar bisa dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada satupun riwayat yang mendukungnya.

Para Nabi memiliki status tertinggi, dan terlalu suci dan terlalu mulia dan terhormat untuk melakukan hal seperti yang dituduhkan. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang telah mengatur pernikahan Zaid dengan Zainab, dan Zainab adalah sepupunya dari pihak ayah. Jika beliau dari awal tertarik pada Zainab, tentunya beliau akan menikahinya dahuluan, apalagi Zainab pada awalnya enggan dan tidak setuju menikah dengan Zaid hingga ayat Al Ahzab ayat 36 diturunkan, maka akhirnya Zainab setuju dinikahi Zaid.

Ini adalah takdir Allah yang mana Allah menghapuskan kebiasaan jaahiliyah, dan untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang mu’min dan membuat segalanya lebih mudah bagi mereka…”

Fataawa Islamiyyah (18/137-141)
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://islamqa.info/en/96464

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶  

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.