Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz, حفظه الله تعالى
Rasa takut kepada Allah merupakan salah satu ibadah hati yang sangat agung yang diperintahkan oleh-Nya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Rasa takut kepada-Nya tidak dapat direalisasikan dengan benar dan sempurna kecuali oleh para ulama Robbani yang mengenal Allah dengan sebenarnya.
» Allah Ta’ala berfirman:
{ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء}.
Artinya: “Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).
» Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فوالله إني لأعلمهم بالله وأشدهم له خشية
Artinya: “Demi Allah, Aku adalah orang yang PALING TAHU di antara kalian tentang Allah, dan (karena itu) aku adalah orang yang PALING TAKUT di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
» Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: “Cukuplah perasaan Takut kepada Allah dianggap sebagai ilmu , Dan cukuplah sikap tertipu seseorang (oleh bisikan jiwa dan hawa nafsunya) dianggap sebagai kebodohan.”
» Beliau juga berkata: “Sesungguhnya hakekat ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat (atau hafalan), akan tetapi hakekat ilmu ialah apa yang menumbuhkan rasa takut (kepada Allah).” (Lihat al-Fawa’id, hal. 142).
» Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu berkata: “Pelajarilah ilmu (syar’i).
Karena sesungguhnya mempelajari ilmu karena Allah adalah bentuk rasa takut -kepada-Nya-, dan mencarinya adalah ibadah. Mengajarkannya adalah (sebagai bentuk) tasbih (penyucian terhadap Allah).
Membahas tentangnya adalah bagian dari jihad. Mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah.
Mencurahkannya kepada orang yang berhak menerimanya adalah bentuk taqorrub (pendekatan diri) -kepada Allah-; itulah yang akan menjadi penenang di saat sendirian dan sahabat pada waktu kesepian.”. (Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 15).
***
» Masruq rahimahullah berkata: “Sekadar dengan kualitas ilmu (agama) yang dimiliki seseorang, maka sekadar itulah rasa takutnya kepada Allah. Dan sekadar dengan tingkat kebodohannya (tentang agama Allah, pent), maka sekadar itulah hilang rasa takutnya kepada Allah.” (Lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, I/136).
» Rabi’ bin Anas rahimahullah berkata: “Tanda agama adalah mengikhlaskan amal untuk Allah, sedangkan tanda keilmuan adalah rasa takut kepada Allah.” (Lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, karya Imam Ibnu Abid-Dun-ya, hal. 23).
» Suatu saat Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah dicela karena sedemikian sering mencari hadits. Beliau pun ditanya: “Sampai kapan engkau akan terus mendengar (baca: mencari dan mempelajari) hadits?”. Beliau menjawab, “Sampai mati.” (Lihat Nasha’ih Manhajiyah Li Thalibi ‘Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 58).
»Sufyan ats-Tsauri rahimahullah pernah ditanya: “Manakah yang lebih kau sukai, menuntut ilmu (agama) ataukah beramal?”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan alasan untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan alasan untuk menuntut ilmu.”. (Lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45).
» Qotadah rahimahullah berkata: “Sesungguhnya setan tidak membiarkan lolos seorang pun di antara kalian. Bahkan ia datang melalui pintu ilmu. Setan membisikkan: “Untuk apa kamu terus menuntut ilmu (agama)?
Seandainya kamu mengamalkan apa yang telah kamu dengar, niscaya itu cukup bagimu.” Qotadah berkata: “Seandainya ada orang yang boleh merasa cukup dengan ilmunya, niscaya (nabi) Musa ‘alaihis-salam adalah orang yang paling layak merasa cukup dengan ilmunya. Akan tetapi (nabi) Musa berkata kepada al-Khidr (yang artinya), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau bisa mengajarkan kepadaku kebenaran yang diajarkan Allah kepadamu.”. (QS. al-Kahfi: 66).” (Lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, I/136).
**
» Imam al-Barbahari rahimahullah berkata: “Ketahuilah -semoga الله merahmatimu- sesungguhnya ilmu bukanlah semata-mata dengan
memperbanyak riwayat dan kitab.
Sesungguhnya orang yang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan As-Sunnah (tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam), meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (Lihat Da’a-im Minhaj Nubuwwah, hal. 163).
(*) Berdasarkan keterangan Allah dan Rosul-Nya, serta perkataan para ulama sunnah di atas, kita dapat memahami bahwa cara jitu dan jalan yang paling tepat dan akurat agar kita bisa menjadi hamba Allah yang hanya takut kepada-Nya adalah dengan menempuh jalan menuntut ilmu syar’I yang bersumber dari Al-Quran Al-Karim hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shohih.
Demikian faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah yang dapat kami sampaikan pd hari ini. Semoga Allah Ta’ala jadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang istiqomah dalam menuntut ilmu agama, mengamalkannya, dan mengajarkannya hingga akhir hayat. Dan semoga dengan memahami agama Islam dengan baik dan benar kita semua menjadi hamba Allah yang tidak takut kecuali hanya takut kepada-Nya. Amiin. (Klaten, 3 April 2014).
» Artikel BBG Majlis Hadits, chat room Faedah dan Mau’izhoh Hasanah.
– – – – – •(*)•- – – – –