“Saya” Berbeda Pendapat Dengan Imam Syafii

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Sahabatku! Ucapan anda adalah cermin dari diri dan pola pikir anda. Bukan hanya kepribadian dan pola pikir, bahkan ucapan dan perilaku anda juga mencerminkan akan hakekat iman anda. Jangan pernah mengira bahwa anda dapat sepanjang masa menyembunyikan jati diri anda dari semua orang.

Bisa saja anda menipu, atau mengelabuhi atau berkamuflase untuk sekali dan dua kali, namun bukan untuk seterusnya. Dalam pepatah dinyatakan: sepandai pandai tupai meloncat pasti terjatuh jua, atau sepandai pandai anda menyembunyikan bangkai pasti tercium juga. Simaklah firman Allah Taala berikut :

وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ

“Andai Kami menghendakinya, niscaya Kami tunjukkan perihal mereka kepadamu, dan kamupun pasti dapat mengenal mereka dari ciri cirinya dan kamu juga pasti dapat mengenali mereka dari gaya bicaranya. Dan Allah mengetahui semua amal perbuatan kalian.” (Muhammad 30)

Kesombongan adalah satu penyakit hati dan selanjutnya terwujud dalam ucapan dan perbuatan. Namun demikian, betapa sering kita mempropagandakan bahwa diri kita tidak sombong, walaupun sejatinya jiwa kita dibanjiri dengan kesombongan besar.

Diantara indikator kesombongan yang sering terucap dari lisan kita, ialah dengan berkata: saya berbeda pendapat dengan Imam Syafii, atau saya menyelisihi pendapat imam Ibnu Taimiyyah, atau bahkan saya menentang pendapat Ibnu Abbas atau bahkan Abu Bakar dan Umar bin al khatthab radhiallahu ‘anhum.

Padahal kalau kita sedikit mau jujur dan bercermin, niscaya kita menyadari bahwa kita tidak pantas untuk berpendapat apalagi berijtihad dalam urusan agama. Alih alih berijtihad, sekedar mengerti arti berbagai dalil saja tidak, apalagi tentang metode pendalilan dan etika berijtihad.

Sejatinya kita ini adalah salah satu contoh nyata dari orang orang yang disebutkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar berikut ini:

أجمع الناس على أن المقلِّد ليس معدوداً من أهل العلم، وأن العلم معرفة الحق بدليله.

“Para ulama’ telah sepakat bahwa seorang muqallid (pengikut buta) tidak pantas dianggap sebagai ulama’ karena yang disebut ilmu ialah mengetahui kebenaran lengkap dengan dalilnya.”

Aneh memang, betapa sering kita bersikap lancang, tidak tahu diri, tidak tahu malu, sehingga merasa telah selevel dengan para Imam ahli ijtihad, dan hobi berkata: “Saya berbeda pendapat dengan ulama’ fulan atau fulan.” Padahal faktanya, kita hanya mengikuti pendapat ulama’ fulan dan bukan berijtihad sendiri.

Hasbunallahu wa ni’mal wakil

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.