ILLAT Yang Berulat

Dalam ilmu qiyas ada yang disebut ILLAT : yaitu sifat yang tampak dan tetap (mundhabit) dan tidak terbatas (muta’addi) serta tidak ditolak oleh syariat.

Diantara kesalahan dalam penggunaan qiyas adalah meng-qiyaskan kepada dalil yang illat-nya qashirah (terbatas) dan tidak tetap.

Sebuah contoh : meng-qashar sholat, illat-nya terbatas hanya dalam safar. Lalu ada orang yang sedang sakit mengqashar shalatnya padahal ia tidak safar. Dengan alasan bahwa illat meng-qashar sholat dalam safar adalah adanya masyaqqah (kesulitan). Padahal masyaqqah atau kesulitan itu sesuatu yang sifatnya ghair mundhabit (tidak tetap) : yaitu berbeda sesuai dengan perbedaan orang dan amalnya. Sedangkan syarat illat itu harus tetap.

Imam Al Amidi berkata:

الإجماع منعقد على صحة تعليل الأحكام بالأوصاف الظاهرة المنضبطة المشتملة على احتمال الحكم

“Telah terjadi ijma akan sahnya menta’lil hukum dengan sifat yang tampak dan tetap dan mengandung kemungkinan hukum..” (Al Ihkam 3/181)

Diantara contohnya juga adalah orang yang membolehkan musik karena berdalil dengan hadits ‘Aisyah berkata:

دَخَلَ عَلَيَّ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ بِهِ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَبِمَزْمُورِ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

“Abu Bakar masuk ke dalam rumahku, sementara di tempatku terdapat dua orang budak wanita Anshar sedang bernyanyi sebagaimana yang dibawakan oleh orang-orang Anshar pada hari Bu’ats. Ia (‘Aisyah) berkata, “Namun keduanya bukanlah penyanyi yang terkenal..” Maka Abu Bakar pun bertanya, “Apakah di tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat nyanyian syetan..?” Pada hari itu merupakan hari raya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu miliki hari raya, dan hari ini merupakan hari raya untuk kita..” (HR Muslim)

Padahal illat pembolehan memukul rebbana ini qashirah (terbatas) pada hari raya sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Nabi dalam hadits tersebut: “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu miliki hari raya, dan hari ini merupakan hari raya untuk kita..”
Sehingga tidak boleh dikatakan bahwa memukul rebana dan alat musik boleh untuk setiap waktu.

Al Amidi berkata:

اتفق الكل على أن تعدية العلة شرط فى صحة القياس

“Semua bersepakat bahwa illat yang muta’addi (tidak terbatas) adalah syarat sah qiyas..” (Al Ihkam 3/192)

Imam Assubki rahimahullah berkata:

لا ذاهب إلى تجويز القياس حيث لا تعقل العلة أو لا تتعدى

“Tidak ada seorangpun yang berpendapat bolehnya qiyas dalam perkara yang tidak difahami illatnya atau illatnya tidak muta’addi..” (Al Ibhaj 3/40)

Ditulis oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc,  حفظه الله تعالى

ref : https://www.facebook.com/UBCintaSunnah/posts/1681851515341619

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.