Ustadz Firanda Andirja, MA, حفظه الله تعالى
Sebuah perkataan yang semestinya tidak ragu-ragu untuk diucapkan seorang muslim tatkala ditanya tentang permasalahan agama yang ia tidak mengetahui atau ragu akan jawabannya. Tidak perlu ia mutar kanan..mutar kiri hanya karena malu untuk mengucapkannya.
Sungguh seorang ulama besar sekelas Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbaad betapa sering saya mendengarnya mengucapkan Laa Adri. Padahal beliau mengucapkannya dihadapan banyak orang..di mesjid Nabawi…padahal pertanyaan yang beliau tidak tahu tersebut seandainya ditanyakan kepada sebagian kita maka dengan segera akan menjawabnya tanpa ragu dan penuh PeDe. Akan tetapi beliau tidak mau menjawab kecuali di atas ilmu dan keyakinan, jika beliau ragu maka beliau tidak malu dan tidak segan untuk mengatakan Laa Adri.
Belasan tahun yang lalu saya pernah bertanya kepada seorang ustadz :”Mana yang lebih dahulu Imam Malik ataukah Imam Abu Hanifah?”
Maka sang ustadz berkata : “Lebih dahulu apanya, lahirnya atau wafatnya?”
Saya berkata : “Terserah ustadz deh, mau lahirnya atau wafatnya.”
Sang ustadz berkata : “Kalau lahirnya saya tidak tahu, adapun wafatnya…hm hm, saya juga tidak tahu.” Hatiku berkata, “Kenapa tidak dari awal bilang saja tidak tahu, jadi tidak perlu ngalor ngidul dan memerinci tanpa faedah.”
Saya jadi teringat dengan sebuah lelucon :
Paijo bercerita :” Saya punya tiga ekor sapi, warta putih, hitam, dan coklat. Yang putih dan hitam saya keluarkan untuk digembalakan pada jam 8 pagi. Adapun yang coklat…juga saya keluarkan untuk digembalakan pada jam 8 pagi. Pada jam 5 sore, yang putih dan hitam saya masukan dalam satu kandang, adapun yang coklat…maka saya masukan juga kedalam kandang yang sama dengan yang putih dan hitam. Yang putih dan hitam saya perah susunya pada jam 10, adapun yang coklat juga saya perah susunya pada jam 10.”
Paimen komentar : “Wahai Paijo, kenapa kamu perinci dan kamu bedakan antara sapi putih dan hitam dengan sapi coklat? wong semuanya sampean perlakukan sama saja !!.”
Paijo menimpali : “Saya perinci karena sapi putih dan hitam adalah sapi milik saya.”
Paimen bertanya: “Emang yang coklat milik siapa?”
Paijo menjawab: “Adapun sapi yang coklat…juga sapi milik saya !!!”
Sebagian orang terpancing untuk mudah menjawab pertanyaan yang diajukan karena kasihan melihat kondisi orang yang bertanya…akan tetapi hendaknya ia ingat dan kasihan dengan kondisinya kelak pada hari kiamat jika ia dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas fatwanya yang ngawur dan tanpa ilmu.
Dan ingatlah pula bahwasanya jika ia salah berfatwa maka dosa pelakunya akan ditanggung olehnya !!!
View