Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى
Sobat! siapa yang tidak tahu pentingnya keikhlasan dalam amal ibadah anda. Betapa banyak atau betapa sering kita mendengar bahkan kita mengucapkan: saya ikhlas melakukan hal ini, atau itu, saya ikhlas memberi ini dan itu, atau saya tulus melakukan ini dan itu untuk anda. Dan masih banyak ucapan senada yang terucap dari lisan kita.
Sobat! Pernahkah anda merenungkan makna ucapan “saya ikhlas” atau “saya tulus” ?
Terdengarnya menyejukkan dan meyakinkan, namun sejatinya sangat mencurigakan dan meragukan. Andai benar-benar tulus dan ikhlas, buat apa ketulusan dan keikhlasan diucapkan dan bahkan diceritakan ke sana dan kemari ?
Andai benar-benar ikhlas, mengapa ada rasa gembira di saat dipuji dan sebaliknya tersinggung ketika ditolak atau bahkan dimaki ?
Sobat! Ketahuilah, sejatinya Orang yang benar-benar ikhlas adalah orang yang tidak berubah sikap atau perasaan ketika dipuji atau dimaki. Pujian dan makian sesama manusia bagi orang yang ikhlas tiada bedanya, karena itu mereka lebih suka menyembunyikan amalannya dibanding menampakkannya.
Demikianlah paling kurang gambaran tentang keihlasan yang dapat kita simpulkan dari hadits berikut:
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ “وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Diantara orang yang mendapat jaminan akan dinaungi di bawah Aresy Allah kelak di hari qiyamah ialah : lelaki yang menyedekahkan sebagian hartanya, lalu ia merahasiakan sedekahnya sampai sampai tangan kirinya tiada mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang yang berdzikir mengingat Allah di tempat sunyi, lalu kedua air matanya berlinang menangis.”
( Muttafaqun ‘alaih)
⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊