Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, MA, حفظه الله تعالى
Di masyarakat ada celaan yang unik yaitu : “Tidak pernah makan bangku sekolah” . Celaan ini biasanya di arahkan kepada orang-orang yang berpikir atau bersikap bodoh. Namun demikian, celaan ini tentu saja sangat aneh, karena bila dipahami secara terbalik, berati orang pandai adalah orang yang pernah makan bangku sekolah.
Bila ini benar, maka tidak ada orang yang layak disebut pandai, karena sepandai apapun anda, saya yakin tidak pernah makan bangku sekolah. Bahkan kalau anda benar-benar pernah memakan bangku sekolah, maka saya meragukan kepandaian anda.
Anda bisa bayangkan, betapa pusing dan bingungnya orang asing baru belajar bahasa Indonesia, bila mendengar ucapan di atas. Bisa jadi mereka salah persepsi dan beranggapan bahwa bangsa indonesia ganas dan rakus, sampai bangku sekolahpun dilahap hingga habis.
Saudaraku! Bisa saja anda membela dan berusaha menjelaskan maksud ucapan di atas, namun munurut saya ucapan di atas tetap saja menyisakan keunikannya tersendiri.
Sobat! Kejadian di atas, hanyalah contoh sederhana bahwa untuk dapat memahami satu ucapan, sampaipun ucapan sederhana bahkan celaan semacam ini, anda harus memahami budaya dan berbagai hal lainnya. Sekedar memahami arti kata per kata tidaklah cukup.
Bila anda memahami dan menyadari hal ini, tentu sudah sepantasnya andapun menyadari bahwa untuk memahami Al Qur’an, Hadits, dan juga perkataan ulama’ dibutuhkan keahlian dan berbagai disiplin ilmu pendukung lainnya atau yang sering disebut dengan ilmu alat. Ada ilmu usul tafsir, ushul fiqih, musthalah hadits, maqashid as syar’iyah, qawaidh fiqhiyah dll.
Karena itu sudah sepatutnya kita semua mawas diri, bahwa ilmu agama bukanlah murah atau hina lebih murah atau lebih hina dibanding ilmu bahasa indonesia. Karena itu hormatilah ilmu agama kita melebihi penghormatan anda kepada ilmu sastra bahasa indonesia atau lainnya.