All posts by BBG Al Ilmu

Mutiara Sayyidul Istighfar

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan sayyidul istighfar.
“Allahumma anta Robbii.. Laa ilaaha illa anta kholaqtanii..
Sampai: abuu-u laka bini’matika ‘alayya wa abuu-u bidzanbii..”
“Aku kembali kepada-Mu dengan kenikmatan-Mu kepadaku..
Dan aku kembali dengan membawa dosaku..”

Renungkanlah..
Menyaksikan Nikmat..
Pengakuan Dosa..

Sebuah mutiara yang amat berharga..
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rohimahullah berkata..
“Seorang hamba berjalan kepada Allah antara menyaksikan ni’mat dan melihat aib diri..
Menyaksikan ni’mat menimbulkan cinta, pujian dan rasa syukur..
Dan melihat aib diri menimbulkan penghinaan diri, ketundukan dan taubat..”

(Shohih Al Wabil Ash Shoyyib hal 16-17).

Ditulis oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

.
.
Rosulullah Shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

Barangsiapa mengucapkannya (sayyidul istighfar) di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni Surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni Surga.”
.
[HR. Bukhari no. 6306, 6323]

da171114-0009

Amalan di Hari-Hari Tasyrik = 11-12-13 Dzulhijjah

Mengingat keistimewaan hari tasyrik, sebagai orang yang beriman, hendaknya kita maksimalkan upaya untuk mendapatkan limpahan rahmat dan pahala dari Allah di hari itu. Berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Memperbanyak amal soleh dan berbagai bentuk ibadah kepada Allah. Hanya saja, ada beberapa amal yang disyariatkan untuk dilakukan di hari tasyrik:

PERTAMA : anjuran memperbanyak berdzikir

Allah berfirman,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

“Ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203). Yaitu di hari tasyrik.

Dari Nubaisyah al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i).

Menyemarakkan dzikir pada hari tasyrik, bisa dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya (Lathaiful Ma’arif, 504 – 505):

1. Melakukan Takbiran setiap selesai shalat wajib. Ini sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Sebagaimana praktek Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dzuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi dan sanadnya dishahihkan al-Albani)

Demikian juga dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR. Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan: “Shahih dari Ali”).

2. Mengingat Allah dan berdzikir ketika menyembelih. Karena penyembelihan qurban, bisa dilaksanakan sampai hari tasyrik berakhir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

“Di setiap hari tasyrik, boleh menyembelih.” (HR. Ahmad, ibn Hibban, Ad-Daruquthni, dan yang lainnya).

3. Mengingat Allah dengan membaca basmalah sebelum makan dan hamdalah setelah makan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الله عزَّ وجل يرضى عن العبد أن يأكل الأكلة فيحمده عليها ، ويشرب الشَّربة فيحمده عليها

“Sesungguhnya Allah ridho terhadap hamba yang makan sesuap makanan kemudian memuji Allah, atau minum seteguk air dan memuji Allah karenanya.” (HR. Muslim 2734)

4. Mengingat Allah dengan melantunkan takbir ketika melempar jumrah di hari tasyrik. Yang hanya dilakukan jamaah haji.

5. Mengingat Allah dengan memperbanyak takbiran secara mutlak, di manapun dan kapanpun. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau melakukan takbiran di kemahnya di Mina, kemudian diikuti oleh banyak orang, sehingga Mina bergetar karena gema takbir. (HR. Bukhari sebelum hadis no.970)

KEDUA : memperbanyak berdoa kepada Allah

Sebagian ulama menganjurkan untuk memperbanyak berdoa di hari ini.

Ikrimah (murid Ibn ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhumaa) mengatakan:

كان يستحب أن يقال في أيام التشريق : { رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }

Doa berikut dianjurkan untuk dibaca pada hari tasyrik: ROBBANAA AATINAA FID-DUN-YAA HASANAH WA FIL AA-KHIROTI HASANAH, WA QINAA ADZAABAN-NAAR. (Lathoiful Ma’arif, Hal. 505).

Do’a ini kita kenal dengan do’a sapu jagad. Dan memang demikian, do’a ini dianggap sebagai doa yang isinya mengumpulkan semua bentuk kebaikan dan menolak semua bentuk keburukan. Karena itulah, do’a ini menjadi pilihan yang sangat sering dilantunkan oleh manusia terbaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ»

“Do’a yang paling banyak dilantunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ROBBANAA AATINAA FID-DUN-YAA HASANAH WA FIL AA-KHIROTI HASANAH, WA QINAA ADZAABAN-NAAR.” (HR. Bukhari 6389 dan Muslim 2690).

Disamping itu, do’a merupakan bentuk mengingat Allah yang sangat agung. Berisi pujian dan harapan manusia kepada Tuhannya. Sehingga, hari ini menjadi hari yang istimewa untuk memperbanyak do.a.

Ziyad Al-Jasshas meriwayatkan dari Abu Kinanah al-Qurasyi, bahwa beliau mendengar Abu Musa al-Asy’ari berceramah dalam khutbahnya ketika Idul Adha:

بعد يوم النحر ثلاثة أيام التي ذكر الله الأيام المعدودات لا يرد فيهن الدعاء فارفعوا رغبتكم إلى الله عز و جل

“Setelah hari raya qurban ada tiga hari, dimana Allah menyebutnya sebagai al-Ayyam al-Ma’dudat (hari-hari yang terbilang), do’a pada hari-hari ini, tidak akan ditolak. Karena itu, perbesarlah harapan kalian.” (Lathoiful Ma’arif, Hal. 506).

Demikian, semoga Allah memudahkan kita untuk senantiasa istiqamah dalam menggapai ampunan-Nya.

Allahu a’lam

Penulis,
Ustadz Ammi Nur Baits,  حفظه الله تعالى

https://konsultasisyariah.com/14538-amalan-di-hari-tasyrik.html

Bagaimana LAFAZH Takbir Hari Raya…?

Simak penjelasan Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc,  حفظه الله تعالى   berikut ini :

Dari Kajian Renungan Takbir, 10 April 2016 di Masjid Al Kautsar, Polda Metro Jaya, Jakarta.

Hal 38 dari Buku Renungan Takbir :

“..Adapun tambahan-tambahan yang diada-adakan oleh banyak kaum muslimin di zaman ini, maka semua itu tidak ada asalnya dan diada-adakan, Al Hafidz Ibnu Hajar, rohimahullah, berkata :
“Telah diada-adakan di zaman ini tambahan melebihi itu sesuatu yang tidak ada asalnya..” (Fathul Baari 2/462)

Diantara tambahan yang diadakan di zaman ini adalah :
“Ini adalah dua dzikir yang dijadikan satu, yang pertama sampai: …bukrotawa ashiila, adalah do’a Istiftah, dan yang kedua: dari Laa ilaa illallahu wahdahu… dan seterusnya adalah dzikir yang dibaca oleh Nabi Shollallahu ‘alayhi wa sallam di Bukit Shofa dan Marwah ketika Sa’i, namun dua dzikir ini dijadikan satu dan dibaca pada saat dua hari raya..”

In adalah penempatan Dzikir yang bukan pada tempatnya, dan tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa sallam, tidak pula para sahabat, tidak juga Tabi’in dan para Ulama setelahnya. Kalaulah itu baik, tentu mereka telah lebih dahulu melakukannya…”

Sunnah Yang Terlupakan Di 10 Hari Pertama DZULHIJJAH…

Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhuma- datang ke sebuah pasar pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, lalu mereka bertakbir dan manusia pun bertakbir terinspirasi takbir mereka. (HR. Al Bukhari)

Inilah salah satu aktivitas shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah (*). Aktivitas yang tidak lain merupakan arahan dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- saat beliau bersabda:

“PERBANYAKLAH MEMBACA TAHLIL (LAA ILAAHA ILLALLAH), TAKBIR DAN TAHMID PADA 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH INI.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Ahmad Syakir)

Saudaraku,
Sudahkah takbir mengiringi aktivitas-aktivitas anda pada 10 hari ini ?

ALLAH -ta’ala- berfirman dalam QS. Al Hajj: 28

‏﴿٢٨﴾ … وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومٰتٍ

“… Agar mereka berdzikir (dan bertakbir) pada hari-hari yang telah diketahui (baca: 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah**)”

*lihat juga Akhbaru Makkah lil Faakihi 3/10.

**penjelasan Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhu-, lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam ayat tersebut.

Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri Lc,  حفظه الله تعالى

da080116-0632

Dzulhijjah Pun Ditentukan Oleh Melihat Hilal

Allah Ta’ala berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Mereka bertanya kepadamu tentang hilal, katakan ia adalah waktu waktu untuk manusia dan haji.” 
(AlBaqoroh: 189)

Dan hilal itu berbeda antara suatu negara dengan negara lain atas pendapat yang rojih.

Ditulis oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

ARTIKEL TERKAIT
Kapan Puasa Arofah..?

Larangan Mencukur Bagi Yang Hendak Berkurban

عن أم سلمة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال * إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Jika kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih (kurban) maka hendaknya dia tidak memotong rambut dan kukunya..” (HR Muslim no 1977)

Dalam riwayat yang lain :

فَلاَ يَمُسُّ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Janganlah ia menyentuh rambut dan bulu-bulunya (rambut badannya) sedikitpun..”

(HR Muslim no 1977, lihat penjelasan perbedaan antara sya’ar dan basyr dalam Aunul Ma’buud 7/349)

Dalam riwayat yang lain :

مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Barang siapa yang memiliki hewan sembelihan yang akan ia sembelih maka jika telah nampak hilal bulan Dzulhijjah maka janganlah ia memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun hingga ia menyembelih..”

(HR Muslim no 1977)

Faedah-Faedah Hadits:

PERTAMA :  Jika telah masuk malam 1 dzulhijjah (yaitu dengan nampaknya hilal) maka sejak malam tersebut (semenjak terbenamnya matahari) tidak boleh bagi seseorang yang hendak berkurban untuk memotong kukunya atau memangkas rambutnya, demikian juga rambut-rambut yang lain atau bulu-bulu yang lain.

KEDUA : Larangan ini berlaku hingga ia menyembelih sembelihannya. Jika ternyata ia hendak menyembelih lebih dari 1 sembelihan, maka ia boleh memotong rambut, bulu, dan kukunya setelah ia memotong hewan yang pertama, meskipun masih ada sembelihan yang lain yang belum dipotong.

KETIGA : Dzohir dari hadits ini bahwasanya larangan memotong dan mencukur tersebut hukumnya adalah haram dan bukan makruh, meskipun ada perselisihan para ulama dalam hal ini. Dan yang lebih kuat adalah hukumnya haram, karena asal dalam larangan adalah haram hingga datang dalil yang memalingkannya menjadi makruh.
Barang siapa yang sengaja memotong kuku atau mencukur rambut dan bulu, maka hendaknya ia beristighfar dan tidak perlu membayar fidyah, dan tidak mempengaruhi tentang keutamaan hewan sembelihan kurbannya.

KEEMPAT : Larangan memotong dan mencukur ini hanya berlaku bagi orang yang hendak menyembelih hewan kurban, tidak berlaku bagi orang lain yang ia wakilkan untuk membelikan atau untuk menyembelih hewan kurbannya. Demikian pula tidak berlaku bagi orang-orang yang ingin ia ikut sertakan mendapatkan pahala sembelihan kurbannya.

KELIMA : Barang siapa yang di awal Dzulhijjah tidak berniat ingin menyembelih hewan kurban lalu beberapa hari berikutnya iapun berniat maka ia dilarang untuk memotong kuku dan mencukur rambut dan bulu semenjak ia memasang niatnya tersebut.

KEENAM : Barang siapa yang butuh untuk memotong kukunya (misalnya karena kukunya pecah, sehingga ia terganggu atau tersakiti), atau butuh untuk mencukur rambutnya (misalnya karena ingin berobat dengan berbekam di kepalanya) maka tidak mengapa untuk melakukannya. Karena kondisi orang yang hendak berkorban tidaklah lebih agung dan lebih mulia dari pada kondisi seseorang yang sedang ihram (muhrim). Jika seorang muhrim boleh mencukur rambutnya jika ia memerlukannya maka demikian pula boleh bagi seseorang yang ingin berkorban. Hanya saja seorang yang muhrim jika mencukur rambutnya maka wajib baginya untuk membayar fidyah, adapun bagi orang yang ingin berkorban maka tidak perlu membayar fidyah.

KETUJUH : Tidak mengapa bagi seorang yang hendak berkorban untuk mencuci rambutnya, yang dilarang adalah mencukur rambutnya atau bulu-bulunya.

KEDELAPAN : Barang siapa yang ingin berkorban lalu bertekad untuk melaksanakan haji atau umroh maka hendaknya ia tidak memotong kuku dan tidak mencukur bulu-bulu tatkala hendak ihram, karena memotong kuku dan mencukur bulu-bulu hukumnya sunnah sehingga lebih didahulukan larangan mencukur bulu dan memotong kuku.

Adapun jika ia setelah umroh dan hendak bertahallul maka tidak mengapa ia mencukur rambutnya karena mencukur rambut –menurut pendapat yang rajih/kuat- termasuk salah satu manasik umroh. Demikian pula halnya seseorang yang setelah melempar jumroh ‘Aqobah maka boleh baginya untuk mencukur rambutnya –meskipun hewan sembelihan kurbannya belum dipotong-.

(Faedah-Faedah di atas diringkas dari kitab Ahaadiits ‘Asyr Dzilhijjah karya Abdullah Fauzaan, hal 8-10)

Ditulis oleh,
Ustadz Dr. Firanda Andirja MA, حفظه الله تعالى

ARTIKEL TERKAIT BULAN DZULHIJJAH
Serba-Serbi DZULHIJAH – Kumpulan Artikel Terkait Ibadah Di Bulan Dzulhijjah

Ref : https://firanda.com/index.php/artikel/fiqh/316-larangan-mencukur-bagi-yang-hendak-berkurban

 

Berlomba-lombalah Untuk Mendapatkan UMUR KEDUA Anda…

Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:

“Sesungguhnya seorang ulama bila telah menanamkan ilmunya kepada orang lain, lalu dia meninggal, maka pahalanya tetap akan mengalir serta nama baiknya akan tetap dikenang.

Itulah UMUR KEDUA dan kehidupan lain baginya, dan itulah perkara yang paling pantas untuk dijadikan ajang saling berlomba untuk mendapatkannya dan meraihnya.”

[Kitab: Miftahu Daris Sa’adah, Ibnul Qoyyim, 1/148].

———

Sungguh betapa mulia ilmu agama ini, namun sungguh mengherankan kenyataan sedikitnya orang yang semangat dalam mencari, mengamalkan, dan menyebarkannya… Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua, amin.

Ditulis oleh,
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى.

da2012141607

Setiap Detik Yang Berlalu Akan Ditanya…

Akhi ukhti…

Betapa nikmatnya menyeruput secangkir teh hangat di pagi hari yang sejuk.
Betapa lezatnya menikmati suguhan es teler di tengah panasnya terik mentari yang menyegat.
Betapa indahnya duduk di sebuah taman yang indah bersama orang-orang yang dicintai.

Namun semua kenikmatan itu akan terputus…
Akan sirna dan lenyap…
Berganti dengan azab Allah dan siksanya bila ternyata kita terlena selama berada di dunia.
Tersilaukan dengan kenikmatan sementara sehingga lupa…

Bahwa setiap detik yang berlalu akan ditanya.
Mereka yang tidak lulus dalam menjawab soal-soal tersebut…
Maka tiada lagi senyum yang menghias di bibir…
Tiada lagi secangkir teh hangat…
Atau semangkuk es teler…
Yang ada hanyalah siksaan dan siksaan…
Tiada pernah berhenti sejenakpun…

Pernahkah kau melihat ikan goreng yang telah mengelupas kulitnya ?
Bagaimana kiranya bila wajahmu yang digoreng ??
Tengoklah rintihan penghuni neraka…

وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ (٥٠)

“Dan penghuni neraka menyeru penghuni syurga : “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu.”
“Mereka (penghuni surga) menjawab : “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir.” ( Al-A’raf 50)

Bahkan karena pedihnya siksaan yang diterima, mereka minta mati…
Iya mereka minta mati…
Mereka menyeru MALIK penjaga neraka…
“Mereka berseru : “Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja”  Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)..” (Qs. Az-Zukhruf 77)

Tiada kematian di sana….

Akhi ukhti…
Sebelum nasi menjadi bubur…
Saatnya mengoreksi diri…
Setiap kau meneguk air…
Tanyakan pada dirimu apakah kelak aku akan meneguknya di akhirat ?
Atau….

“yaa allah masukkan hamba ke syurgamu.. dan jauhkan hamba dari nerakamu…
aamiin…”
.
Ustadz DR. Syafiq Riza Basalamah MA, حفظه الله تعالى

da1912161952

Multi Niat.. Multi Pahala

Sungguh umur kita sangat terbatas.., harus kita akui bahwa waktu yang kita gunakan untuk beramal sholeh sangat sedikit.. berbeda dengan waktu yang kita gunakan untuk urusan dunia. Kita butuh strategi dalam beramal agar dengan amal yang terbatas kita bisa meraih pahala yang lebih banyak.

Diantara strategi yang mungkin bisa kita lakukan adalah memperbanyak niat yang baik dalam satu amalan. Semakin banyak niat baik yang diniatkan oleh seorang hamba maka semakin banyak pahala yang akan ia peroleh.

Beberapa perkara yang penting untuk diingat kembali :

⚉    PERTAMA : Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى

“Hanyalah amalan-amalan tergantung pada niat-niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan” (HR Al-Bukhari no 1 dan Muslim no 1907)

Dan keumuman hadits ini menunjukkan seseorang mendapatkan ganjaran berdasarkan niatnya, maka jika ia berniat banyak ia akan mendapatkan banyak pahala.

⚉    KE-DUA : Sekedar niat yang kuat maka telah mendatangkan pahala

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَمَنْ هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَها اللهُ تَبَارَكَ وتَعَالى عِنْدَهُ حَسَنَةً كامِلَةً، وَإنْ هَمَّ بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عَشْرَ حَسَناتٍ إِلى سَبْعمئةِ ضِعْفٍ إِلى أَضعَافٍ كَثيرةٍ

“Barangsiapa berniat untuk melakukan kebaikan lalu tidak jadi melakukannya maka Allah tabaaraka wa ta’ala mencatat disisi-Nya satu kebaikan sempurna, dan jika ia berniat untuk melakukannya lalu melakukannya maka Allah mencatatnya sepuluh  kebaikan sampai tujuh puluh kali lipat sampai berlipat-lipat yang banyak.” (HR Al-Bukhari no 6491 dan Muslim no 128)

Tatkala Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk dan telah dekat dengan Madinah beliau berkata:

إِنَّ بالمدِينَةِ لَرِجَالًا ما سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا، إلاَّ كَانُوا مَعَكمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ». وَفي روَايَة: «إلاَّ شَرَكُوكُمْ في الأجْرِ

“Sesungguhnya di Madinah ada para laki-laki yang mana tidaklah kalian menempuh perjalanan tidak pula melewati lembah melainkan mereka bersama kalian, sakit telah menghalangi mereka.” Diriwayat yang lain “…melainkan mereka berserikat dengan kalian dalam pahala” (HR Al-Bukhari no 4423 dan Muslim no 1911)

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

«مَنْ سَألَ اللهَ تَعَالَى الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ، وَإنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ»

“Barangsiapa meminta kepada Allah mati syahid dengan (penuh -pent) kejujuran maka Allah akan menyampaikannya pada kedudukan syuhada walaupun ia mati di atas tempat tidurnya ” (HR Muslim no 1909)

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إنَّمَا الدُّنْيَا لأرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلمًا، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا، فَهذا بأفضَلِ المَنَازِلِ. وَعَبْدٍ رَزَقهُ اللهُ عِلْمًا، وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُولُ: لَوْ أنَّ لِي مَالًا لَعَمِلتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ بنيَّتِهِ، فأجْرُهُمَا سَوَاءٌ. وَعَبْدٍ رَزَقَهُ الله مَالًا، وَلَمَ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخبطُ في مَالِهِ بغَيرِ عِلْمٍ، لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلاَ يَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا، فَهذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ. وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلاَ عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بعَمَلِ فُلاَنٍ، فَهُوَ بنِيَّتِهِ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Sesungguhnya dunia ini untuk empat orang:
1. seorang hamba yang telah Allah anugerahi harta dan ilmu maka iapun mentaati Robbnya pada (*penggunaan) harta dan ilmunya, menyambung silaturahim, dan mengetahui pada ilmu dan hartanya tersebut ada hak Allah, maka orang ini berada pada kedudukan yang paling utama.

2. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi ilmu akan tetapi tidak Allah anugerahi harta maka iapun mempunyai niat yang benar, ia berkata “Seandainya aku memiliki harta sungguh aku akan beramal sebagaimana amalan fulan”, maka ia dengan niatnya pahala keduanya sama.

3. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi harta akan tetapi tidak Allah anugerahi ilmu maka iapun ngawur menggunakan hartanya tanpa ilmu. Ia tidak mentaati Robbnya pada hartanya, tidak pula menyambung silaturahim, tidak mengetahui bahwasanya pada hartanya itu ada hak Allah. Maka orang ini berada pada tingkatan paling buruk.

4. Dan seorang hamba yang tidak Allah anugerahi harta maupun ilmu maka iapun berkata, “Seandainya aku memiliki harta tentu aku akan menggunakan hartaku sebagaimana perbuatan si fulan” maka ia dengan niatnya dosa keduanya sama” (HR At-Thirmidzi no 2325)

⚉    KE-TIGA : Jika seorang telah berniat lalu berusaha beramal dan ternyata amalannya tidak sesuai dengan yang ia niatkan maka ia tetap mendapatkan pahala

وعن أبي يَزيدَ مَعْنِ بنِ يَزيدَ بنِ الأخنسِ – رضي الله عنهم – وهو وأبوه وَجَدُّه صحابيُّون، قَالَ: كَانَ أبي يَزيدُ أخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا، فَوَضعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ، فَجِئْتُ فأَخذْتُها فَأَتَيْتُهُ بِهَا. فقالَ: واللهِ، مَا إيَّاكَ أرَدْتُ، فَخَاصَمْتُهُ إِلى رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – فقَالَ: «لكَ مَا نَوَيْتَ يَا يزيدُ، ولَكَ ما أخَذْتَ يَا مَعْنُ»

Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Akhnas rodhiyallahu ‘anhum –dia, bapaknya dan kakeknya adalah sahabat Nabi-, dia berkata, “Dulu Abu Yazid mengeluarkan dinar-dinar untuk disedekahkan, maka iapun meletakkannya  di samping seseorang di masjid, maka akupun datang dan mengambilnya. Kemudian aku mendatanginya dengan membawa sedekah tersebut”, ia berkata, “Demi Allah, yang aku inginkan bukan engkau.” Maka aku pun mengadukannya kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Bagimu apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil wahai Ma’an ” (HR Al-Bukhari no 1422)

Sang ayah tidak bermaksud sedekahnya diberikan kepada sang anak, akan tetapi Allah menetapkan bagai sang ayah pahala karena niatnya yang baik, meskipun akhirnya harta sedekah tersebut kembali kepada sang ayah. Karena sang anak di bawah tanggungan sang ayah

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

قاَلَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِي قَالَ اللَّهُمَّ لك الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ وَعَلَى سَارِقٍ فَأُتِيَ فَقِيْلَ لَهُ : أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ أَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا تَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا وَلَعَلَّ الْغَنِيُّ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللهُ وَلَعَلَّ السَّارِقَ يَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ سَرِقَتِهِ

Seseorang telah berkata, ‘Sungguh aku akan bersedekah malam ini.’ Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya ke tangan seorang pezina. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada seorang pezina. Ia berkata, “Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang pezina, sungguh aku akan bersedekah”. Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya kepada orang kaya. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada orang kaya. Ia berkata, “Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang kaya, sungguh aku akan bersedekah”. Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya kepada pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada seorang pencuri. Ia berkata, “Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang pezina, orang kaya, dan seorang pencuri”. Maka ia didatangi (*dalam mimpi) dan dikatakan padanya, adapun sedekahmu maka telah diterima, adapun pezina  mudah-mudahan dengan (sebab sedekahmu) ia mejaga diri dari zina, dan mudah-mudahan orang kaya tersebut mengambil pelajaran kemudian menginfakkan harta yang Allah berikan, dan mudah-mudahan dengan sebab itu pencuri tersebut menjaga diri dari mencuri. (HR Muslim no 1022)

⚉    KE-EMPAT : Niat yang baik merubah pekerjaan yang asalnya hukumnya hanya mubah menjadi suatu qurbah (ibadah) yang diberi ganjaran oleh Allah.

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqoosh rodhiallahu ‘anhu

وَإنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغي بِهَا وَجهَ اللهِ إلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ في فِيِّ امْرَأَتِكَ

“Sesungguhnya tidaklah engkau menginfakkan satu infakpun yang dengan infak tersebut engkau mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan diberi ganjaran atasnya, sampai-sampai suapan yang kau suapkan ke mulut istrimu” (HR Al-Bukhari no 56 dan Muslim no 1628

Mu’aadz bin Jabal rodhiallahu ‘anhu berkata,

أَمَّا أَنَا فَأَنَامُ وَأَقُومُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي.

“Adapun aku, maka aku tidur dan sholat malam, dan aku berharap pahala dari tidurku sebagaimana pahala yang aku harapkan dari sholat malamku” (HR Al-Bukhari no 6923 dan Muslim no 1733)

An-Nawawi rohimahullah berkata, “Maknanya adalah aku tidur dengan niat untuk menguatkan diriku dan berkonsentrasi untuk ibadah serta menyegarkan/menyemangatkan diri untuk ketaatan, maka aku berharap pahala pada tidurku ini sebagaimana aku berharap pahala pada sholat-sholatku” (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 12/209)

Ibnu Hajr rohimahullah berkata,

وَمَعْنَاهُ: أَنَّهُ يَطْلُب الثَّوَاب فِي الرَّاحَة كَمَا يَطْلُبهُ فِي التَّعَب, لِأَنَّ الرَّاحَة إِذَا قُصِدَ بِهَا الْإِعَانَة عَلَى الْعِبَادَة حَصَّلَتْ الثَّوَاب

“Maknanya adalah ia mencari ganjaran pahala dalam istirahat sebagaimana ia mencarinya dalam kelelahan (ibadah), karena istirahat jika dimaksudkan untuk membantu dalam beribadah maka akan mendatangkan pahala” (Fathul Baari 8/62)

Ibnu Qudaamah rohimahullah berkata : Sebagian para salaf berkata, “Sungguh aku lebih senang jika pada setiap yang aku lakukan terdapat sebuah niat, sampai-sampai pada makanku, minumku, tidurku, dan ketika masuk ke dalam wc, serta pada semua yang bisa diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Karena semua yang menjadi sebab tegaknya badan dan luangnya hati adalah bagian dari kepentingan agama, maka, siapa saja yang meniatkan makannya sebagai bentuk ketakwaan dalam beribadah, menikah untuk menjaga agamanya, menyenangkan hati keluarganya, dan agar bisa memiliki anak yang menyembah Allah setelah wafatnya maka ia akan diberi pahala atas semua hal itu.

Jangan kamu remehkan sedikitpun dari gerakanmu dan kata-katamu, dan hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan luruskanlah sebelum engkau melakukan apa yang engkau lakukan, dan juga perhatikanlah niatmu terhadap hal-hal yang engkau tinggalkan.” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qooshidiin hal 363)

⚉    Contoh praktek Multi Niat Pada Satu Amalan Sholeh

Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi rohimahullah berkata :

الطاعات، وهى مرتبطة بالنيات في أصل صحتها، وفى تضاعف فضلها، وأما الأصل، فهو أن ينوى عبادة الله تعالى لا غير، فإن نوى الرياء صارت معصية . وأما تضاعف الفضل، فبكثرة النيات الحسنة، فإن الطاعة الواحدة يمكن أن ينوى بها خيرات كثيرة، فيكون له بكل نية ثواب، إذ كل واحدة منها حسنة، ثم تضاعف كل حسنة عشر أمثالها

“Ketaatan-ketaatan berkaitan dengan niat dari sisi sahnya ketaatan tersebut dan dari sisi berlipat gandanya ganjaran/pahala ketaatan tersebut. Adapun dari sisi sahnya maka hendaknya ia berniat untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada selain-Nya, jika ia meniatkan riyaa maka ketaatan tersebut berubah menjadi kemaksiatan.

Adapun dari sisi berlipat gandanya pahala, yaitu dengan banyaknya niat-niat baik. Karena satu ketaatan memungkinkan untuk diniatkan banyak kebaikan, maka baginya pahala untuk masing-masing niat. Karena setiap niat merupakan kabaikan, kemudian setiap kebaikan akan dilipat gandakan menjadi 10 kali lipat” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362)

Diantara contoh praktek menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan adalah :

➡️   PERTAMA : Duduk di mesjid

Ibnu Qudaamah rohimahullah berkata :

“Sebagai contoh duduk di masjid, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu amalan ketaatan, dengan hal itu seseorang bisa meniatkan niat yang banyak seperti meniatkan dengan masuknya menunggu waktu sholat, iktikaf, menahan anggota badan (dari maksiat –pent), menolak hal-hal yang memalingkan dari Allah dengan mempergunakan seluruh waktunya untuk di masjid, untuk dzikir kepada Allah dan yang semisalnya. Inilah cara untuk memperbanyak niat maka qiyaskanlah dengan hal ini amalan-amalan ketaatan lainnya karena tidak ada satu ketaatanpun melainkan dapat diniatkan dengan niat yang banyak.” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362 )

➡️   KE-DUA :  Menuntut Ilmu

Imam Ahmad rohimahullah berkata :

الْعِلْمُ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ، قِيْلَ : بِأَيِّ شَيْءٍ تَصِحُّ النِّيَّةُ قَالَ: يَنْوِي يَتَوَاضَعُ فِيْهِ وَيَنْفِي عَنْهُ الْجَهْلَ

“Ilmu adalah amalan yang termulia bagi orang yang niatnya benar”.

Lalu dikatakan kepada beliau, “Dengan perkara apa agar niat menjadi benar ?”, Imam Ahmad berkata, “Ia niatkan untuk bersikap tawadhu pada ilmunya, dan untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya” (Al-Inshoof 2/116)

Imam Ahmad rohimahullah juga berkata :

العِلْمُ لاَ يَعْدِلُهُ شَيْءٌ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ “. قَالُوا: كَيْفَ ذَلِكَ؟ قَالَ: “يَنْوِي رَفْعَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ

“Tidak ada sesuatupun yang setara dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”, mereka berkata, “Bagaimana caranya ?”. Imam Ahmad berkata, “Yaitu ia berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga dari orang lain” (Majmuu’ Fataawaa wa Rosaail Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimiin 26/75)

Ilmu menjadi amalan yang paling mulia tatkala dibarengi dengan banyak niat baik, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad rohimahullah yaitu jika diniatkan untuk agar bisa tawaadhu’ dan juga untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga untuk berdakwah dalam rangka untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain.

Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin rohimahullah menyebutkan beberapa niat yang hendaknya ditanam dalam hati seorang penuntut ilmu tatkala ia menuntut ilmu, diantaranya ;

⚉    Berniat untuk menjalankan perintah Allah
⚉    Berniat untuk menjaga syari’at Islam, karena menuntut ilmu adalah sarana terbesar untuk menjaga kelestarian syari’at (hukum-hukum Islam)
⚉    Berniat untuk membela agama, karena agama memiliki musuh-musuh yang ingin merusak agama ini, diantaranya dengan menyebarkan syubhat-syubhat
⚉    Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
⚉    Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain

➡️   KE-TIGA : Tatkala berangkat ke mesjid

Bisa dengan meniatkan perkara-perkara berikut :

1.      Memakmurkan masjid, Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir” (QS At-Taubah : 18)
2.      Senyum kepada saudara, karena hal itu adalah sedekah
3.      Menyebarkan salam
4.      Menghadiri shalat jama’ah
5.      Memperbanyak jumlah kaum muslimin
6.      Berdakwah dijalan Allah
7.      Merasa bangga karena Allah menyebut-nyebut namamu
8.      Menunggu sesaat turunnya ketenangan untuk mengkhusyu’kan hati
9.      Menghadiri majelis-majelis ilmu
10.   Menunggu turunnya rahmat
11.   Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah untuk mendapatkan kecintaan Allah

➡️   KE-EMPAT : Tatkala membaca atau menghafal Al-Qur’an

Dengan meniatkan perkara-perkara berikut :

1.      Berniat untuk mendapat kebaikan pada setiap huruf
2.      Mengingat negeri akhirat
3.      Mentadabburi ayat-ayat al-qur’an
4.      Agar mendapatkan syafa’at al-qur’an
5.      Mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca firman-firman-Nya
6.      Mengamalkan hal-hal yang terkandung di dalam al-qur’an
7.      Mengangkat derajat di surga dengan menghafalkan ayat-ayatNya

➡️   KE-LIMA : Tatkala menjenguk orang sakit

1.      Berniat untuk menunaikan salah satu hak seorang muslim, yaitu menjenguknya jika sakit
2.      Mengingat Hadits qudsi “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa jika kamu mengunjunginya maka kamu mendapati-Ku disisinya”
3.      Bersyukur kepada Allah atas penjagaan-Nya  terhadap dirinya dari apa-apa yang menimpa saudaranya
4.      Meminta kepada orang yang sakit untuk dido’akan (karena kedekatannya terhadap Robbnya)

➡️   KE-ENAM : Ketika puasa sunnah

1.      Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan yang paling dicintai-Nya
2.      Agar Allah menjauhkan wajahku dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan
3.      Memerangi hawa nafsu dan menundukkannya untuk melakukan ketaatan
4.      Membelenggu syahwat (meminta penjagaan)
5.      Mengikuti sunnah Rosul shallallhu ‘alaihi wasallam (puasa senin kamis, puasa tengah bulan tgl 13-14-15 )
6.      Memperoleh kemenangan berupa sesaat dikabulkannya do’a bagi orang yang berpuasa
7.      Ikut merasakan apa yang dirasakan orang-orang fakir dan miskin
8.      Agar Allah memasukkan kita ke surga melalui pintu Ar-Royyan
9.      Barangsiapa yang membuat haus dirinya karena Allah (berpuasa) pada hari yang panas, maka Allah akan memberikan minum pada hari kiamat yang amat panas dan amat menimbulkan dahaga.

➡️   KE-TUJUH : Ketika bersedekah dengan harta

Hendaknya meniatkan:

1.      Barangsiapa menghutangi Allah hutang yang baik maka Dia akan melipatgandakannya.
2.      Berlindung dari neraka walaupun dengan separuh kurma
3.      Membantu dan menyenangkan hati faqir miskin.
4.      Untuk mengobati saudara/kerabat yang sakit. Rasulullah bersada “Obatilah orang-orang sakit diantara kalian dengan sedekah”
5.      Kalian tidak akan mencapai derajat birr (kebajikan) sampai kalian berinfak dengan apa-apa yang kalian cintai
6.      Sedekah menghilangkan kemurkaan Allah

➡️   KE-DELAPAN : Tatkala mau poligami

1.      Sebagai bentuk cinta kepada sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam
2.      Untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan
3.      Untuk memperbanyak pasukan kaum muslimin
4.      Untuk menyenangkan hati Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam tatkala di akhirat, karena Nabi membanggakan umatnya yang banyak di hadapan para nabi-nabi dan umat-umat yang lain. Beliau bersabda:

تَزَوَّجوا الودود الولود؛ فإني مُكَاثِرٌ بكم الأمَم

“Menikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain”
5.      Untuk menolong para wanita yang butuh perhatian para lelaki, terutama para janda
6.      Untuk memberi teladan kepada kaum muslimin jika pologaminya berhasil dan bahagia

⚉    Multi Niat Juga Berlaku Pada Perkara-Perkara Mubah

Sebagaimana penjelasan di atas bahwasanya perkara-perkara mubah jika dikerjakan dengan niat yang baik maka bisa berubah menjadi bernilai ibadah. Oleh karenanya sungguh kita telah merugi dan telah membuang banyak waktu dan tenaga dalam urusan dunia jika kita tidak meniatkannya untuk akhirat..terlalu banyak pahala tidak kita raih. Ibnu Qudaamah rohimahullah berkata:

“Tidak ada satu perkara yang mubah kecuali mengandung satu atau beberapa niat yang dengan niat-niat tersebut berubahlah perkara mubah menjadi qurbah (berpahala), sehingga dengannya diraihlah derajat-derajat yang tinggi. Maka sungguh besar kerugian orang yang lalai akan hal ini, dimana ia menyikapi perkara-perkara yang mubah (*seperti makan, minum, dan tidur) sebagaimana sikap hewan-hewan ternak.

Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat, “Kenapa ia melakukannya ?”, “Apakah yang ia niatkan ?”. Contoh perkara mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum (minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti sunnah Nabi, untuk memuliakan masjid, untuk menghilangkan bau tidak enak yang mengganggu orang yang bergaul dengannya” (Mukhtasor minhaaj Al-Qoosidhiin hal 362-363)

Sebagai contoh menggandakan niat dalam perkara-perkara mubah:

➡️   PERTAMA : Tatkala makan dan minum

1.      Untuk menguatkan tubuh agar bisa beribadah kepada Allah
2.      Merenungkan nikmat Allah, sebagai pengamalan firman Allah “Apakah manusia tidak melihat kepada makanannya?” (QS ‘Abasa : 24)
3.      Mensyukuri nikmat Allah
4.      Berusaha menerapkan sunnah Nabi tatkala makan dan minum

➡️   KE-DUA : Tatkala memakai pakaian

1.      Mengingat Allah (dengan membaca do’a berpakaian)
2.      Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan
3.      Bersyukur atas nikmat Allah
4.      Menghidupkan sunnah nabi melalui cara berpakaian

➡️   KE-TIGA : Tatkala menggunakan internet

1.      Menyeru kepada jalan Allah
2.      Menghadiri majelis-majelis dzikir
3.      Menyebarkan islam
4.      Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada seorang mukmin yang lemah
5.      Menuntut ilmu

Penulis,
Ustadz Dr. Firanda Andirja MA, حفظه الله تعالى

ref : https://firanda.com/477-multi-niat-multi-pahala.html