Category Archives: Firanda Andirja

Kasih Ibu Tiada Tara

Sungguh aneh….
Seorang ibu bisa mengayomi dengan baik 10 anak anaknya dengan penuh kesabaran, kasih sayang, bahkan terkadang dengan hidup yang pas-pasan.
Sementara ada 10 orang anak yang berkecukupan yg tdk bisa mengayomi dan berbakti kepada seorang ibu mereka….

 Ditulis oleh Ustadz Firanda Andirja MA حفظه الله

– – – – – – 〜✽〜- – – – – –

Tadabbur

Allah berfirman

{فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ} ..

“Jika engkau (ibu Musa) mengkhawatirkan Bayimu Musa (yg hendak dibunuh oleh Fir’aun-pen) maka lemparkanlah ke al-yamm /laut….”

Dalam ayat lain:

{فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ} ..

“Maka kamipun mengadzab fir’aun dan bala tentaranya lalu kami tenggelamkan mereka ke al-yamm /lautan)

Nabi Musa dalam kondisi sangat lemah, bayi yg tak berdaya, teronbang ambing oleh laut/sungai akan tetapi tdk mampu laut/sungai memberi mudorot kepadanya.
Adapun Fir’aun dipuncak kekuatan dan kesombongan bersama bala tentaranya akan tetapi akhirnya ditenggelamkan oleh lautan…

Dari sini kita mengambil kaidah :
“Hendaknya engkau berbuat karena Allah, niscaya Allah bersamamu, dan kelemahanmu tdk akan memudorotkanmu. Dan jika sebaliknya maka kekuatanmu dan pasukanmu tdk akan menolongmu jika telah tiba hukuman dan siksa Allah”
(Faedah dari sahabatku Abu Ja’far dari Libia)

Ust. Firanda

Agar Lebih Khusyu’ Ketika Berdoa (Bag 1)

Ust Firanda Andirja Lc

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ

“Ya Allah berilah kami hidayah / petunjuk kepada jalan yang lurus”

Sungguh merupakan perkara yg merugikan jika doa yg sangat agung tsb, yg kita ucapkan berulang-ulang, ternyata kita hanya ucapkan dgn hambar, tanpa penghayatan yg mendalam.

Nah agar kita lebih khusyu’ tatkala mengucapkan doa yg agung tsb maka hendaknya kita merenungkan 2 perkara yaitu : Keutamaan doa & Kandungan doa.

I. Keutamaan doa :

1) Doa ini termaktub dlm surat teragung pada Al-Qur’an yaitu surat Al – Fatihah yg dikenal sebagai ‘Ummul Qur’an’ (induk / intisar Al-Qur’an)

2) Doa ini diucapkan dlm sholat yg merupakan ibadah wajib yg sangat agung

3) Doa ini minimal harus dibaca
sebanyak 17 kali dlm sehari (dalam sholat 5 waktu)

4) Bagaimana lagi jika seorang
hamba memperbanyak sholat
sunnah, maka dalam setiap rakaat ia akan membaca doa ini

5) Barang siapa yang memperhatikan posisi doa tsb dalam surat Al – Fatihah maka ia akan dapatkan bahwa doa tsb tidaklah terucapkan kecuali setelah melalui muqoddimah -muqoddimah yang sangat dahsyat, yaitu :

a. Muqoddimah pertama :
Dalam ucapan
الحمد لله رب العالمين

“Segala puji bagi Allah penguasa alam semesta”,
(mengandung pujian yg sangat
tinggi kpd Allah سبحانه وتعالى )

b. Muqoddimah kedua :
Dalam ucapan

الرحمن الرحيم

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”,
(berisi pengakuan hamba akan luasnya kasih sayang Allah terhadap sang hamba, bahkan kasih sayang Allah lebih dari kasih sayang seorang ibu kepada anaknya)

c. Muqoddimah ketiga:
Dalam ucapan

مالك يوم الدين

“Penguasa hari pembalasan”, (mengingatkan kpd hamba bahwasanya ada hari akhirat, hari persidangan & pembalasan amal perbuatan, tidak seorang raja dunia yg berkutik pd hari tsb, hanya Allah yg mengusai hari tersebut)

———-bersambung———-»»»

d. Muqoddimah keempat :
Dalam ucapan

إياك نعبد

“Hanya kepada Engkaulah kami
beribadah”
(mengandung pengakuan & pengikraran sang hamba bahwasanya ia hanya beribadah ikhlas kepada Allah, jauh dari riyaa & sum’ah, sama sekali tdk mengharapkan pujian & sanjungan manusia)

e. Muqoddimah kelima:
Dalam ucapan

وإياك نستعين

“Dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”,
(mengandung pengakuan hamba bahwasanya segala upaya, usaha & keberhasilan semata-mata
karunia Allah, seorang hamba hanya melakukan sebab, akan tetapi tidak memiliki peran sama sekali dalam keberhasilan, Bahkan usaha hamba itupun karunia Allah, kecerdasannya, tenaganya, kepiawaiannya, pengalamannya, ia bisa menggerakkan anggota badannya, kesehatannya atau ia bisa sampai tempat ia bekerja dgn selamat, semuanya karunia dari Allah.

Jika demikian lantas apa yg hendak ia banggakan??. Maka terjauhkanlah sang hamba dari penyakit ujub

Setelah lima muqoddimah ini lalu terbukalah hati sang hamba tatkala mengucapkan doa yg agung ini :

اهدنا الصراط المستقيم

Seluruh muqoddimah ini menunjukan akan agungnya inti pembicaraan, jika setiap muqoddimahnya / pembukanya sangat agung maka bagaimana lagi keagungan isi kandungan utamanya.

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ

“Ya Allah berilah kepada kami
hidayah / petunjuk kepada jalan
yang lurus”

———–sambung———-»»»

II. Kandungan doa :

Mungkin ada yg bertanya, kenapa kita terus mengucapkan doa ini (meminta ditunjukan kepada jalan yang lurus)

sementara kita sudah berada di atas jalan yg lurus? Kita sudah berada di atas agama Islam?
Barang siapa yg merenungkan kandungan doa ini maka ia akan mengetahui jawaban pertanyaan ini.

Sesungguhnya hidayah atau petunjuk yang kita minta dalam doa ini memiliki kandungan yg dalam, diantaranya :

1) Meskipun kita telah berada di atas agama Islam akan tetapi ternyata masih banyak praktek-praktek yang keliru, yang disandarkan kpd Islam padahal ia bukan bagian dari Islam.
Karenanya kita meminta petunjuk kepada Allah agar ditunjukan kepada jalan yang lurus, yang benar-benar merupakan bagian dari Islam dan mengantarkan ke surga

2) Jika ternyata kita telah berada
di atas jalan yg lurus, ternyata masih terlalu banyak kebaikan yg belum kita ketahui yang akan memperindah perjalanan kita di atas jalan yang lurus tersebut.
Karenanya kita butuh petunjuk dan hidayah dari Allah agar ditunjukan dan dijelaskan bagi kita kebaikan-kebaikan tsb

3) Setelah mengetahui kebaikan-kebaikan, kitapun masih butuh hidayah Allah dan taufiq-Nya agar menjadikan kita mengamalkan dan mencintai kebaikan-kebaikan tersebut

4) Terkadang kita telah
mengetahui suatu kebaikan secara global, maka kita butuh hidayah dari Allah agar kita ditunjuki sisi-sisi keindahan kebaikan tersebut secara detail dan rinci agar kita semakin cubra dan tegar dalam menjalankan kebaikan tsb.
Tentu berbeda antara seseorang yg mengetahui ibadah sholat itu adalah baik, dengan seseorang yg mengetahui dgn rinci indahnya ibadah sholat serta hikmah-hikmah yg terkandung dalam sholat

————-sambung———–»»»

5) Masih banyak keburukan dan jalan yang miring serta menyimpang yang menggoda kita dalam menempuh jalan yg lurus, karenanya kita butuh petunjuk Allah agar menunjukan batilnya keburukan dan menyimpangnya jalan-jalan tersebut, yang senantiasa mengancam & sewaktu-waktu bisa mwnggelincirkan kita tanpa kita sadari

6) Setelah kita mengetahui kebaikan dan menjalankannya, juga telah mengetahui keburukan dan menjauhinya, maka ketahuilah kita masih terus senantiasa butuh kepada hidayah Allah agar kita bisa isstiqomah di atas jalan yg lurus. Terlalu banyak orng yg di awal perjalanan berada di atas jalan yg lurus, akan tetapi menyimpang dipenghujung jalan. Kita butuh istiqomah terus hingga detik nafas terakhir….

Dari kandungan-kandungan di atas kita mengetahui hikmah mengapa Allah di akhir surat al-fatihah mencela kaum nasrani dan yahudi. Karena diantara jalan yg menyimpang adalah jalannya kaum nasrani yg semangat beribadah namun tanpa ilmu, jadilah mereka dicap sesat oleh Allah. Demikian juga jalannya kaum yahudi yg berilmu namun enggan mengamalkannya.

Semoga penuturan singkat ini dapat membantu dalam meraih kekhusyu’an saat mengucapkan doa yang agung tersebut.

آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

———¤•¤•¤———

SALAFIYAH MADZHAB BARU DAN BID’AH

(Oleh Ust.Firanda Andirja MA حفظه الله )

Diantara syubhat yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang membenci salafiyin adalah bahwasanya salafiyah sendiri adalah madzhab yang baru dan bid’ah.

Yang sangat dikenal menggembar-gemborkan syubhat ini adalah seorang yang bernama Muhammad Sa’id Romadhon Al-Buthy dalam kitabnya Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah (artinya : Tidak bermadzhab merupakan bid’ah yang paling berbahaya yang mengancam syari’at Islam). Dalam kitab tersebut terlalu banyak kedustaan yang dituduhkan oleh Al-Buuthy kepada salafiyin (Ahlus Sunnah wal Jam’ah sejati). Alhamdulillah buku ini telah dibantah dengan jelas dan lugas oleh Syaikh Muhammad ‘Ied ‘Abbaasy (salah seorang murid Syaikh Al-Albani rahimahullah) dalam kitabnya Bid’at at-Ta’sshub Al-Madzhabi (artinya : Bid’ahnya fanatik madzhab, silahkan didownload di http://www.4shared.com/get/JXqDBNC2/___online.html;jsessionid=6A96B9F4D8183B8C501CF7FD6AE762D5.dc516), silahkan juga baca artikel berikut http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/ahmad-sarwat-al-buuthiy-dan-al-albaaniy.html)

Sebagian orang menyangka bahwa salafiyah adalah madzhab baru yang menyelisihi empat madzhab yang masyhur (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali).

Bahkan sebagian orang menuduh bahwa salafiyin merendahkan para imam madzhab tersebut. Sungguh ini jelas-jelas merupakan kedustaan yang sangat-sangat nyata. Akan tetapi anehnya selalu saja kedustaan yang sangat nyata ini masih tetap terus digembar-gemborkan oleh sebagian kaum aswaja.

Sangat nampak kedustaan tuduhan ini dari sisi-sisi berikut :

Selengkapnya di :
http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/409-salafiyah-madzhab-baru-dan-bid-ah

Pelaku Maksiat

Ternyata Kita Jahil/Dungu…, kapan? …Tatkala kita menjadi pelaku maksiat

Dungu dan goblok karena ;

(1) Pelaku maksiat mendahulukan kenikmatan sementara di dunia dengan mengorbankan kenikmatan akhirat yang abadi

(2) Pelaku maksiat nekat merasakan keledzatan yg sedikit dan sebentar padahal keledzatan tersebut mengantarkan kpd penderitaan dan kehinaan yg berkepanjangan di akhirat
Penyair berkata :

تفنى اللذاذة ممن نال صفوتها ** من الحرام ويبقى الإثم والعار.

Sirnalah keledzatan dari orang yang mencicipinya dari perkara
yang haram, yang tersisa hanyalah dosa dan kehinaan

تبقى عواقب سوء من مغبّتها ** لا خير في لذّة من بعدها النار

Tersisa akibat dan kesudahan yang buruk, sungguh tidak ada kebaikan pada keledzatan yang penghujungnya api neraka jahanam

(3) Pelaku maksiat bodoh akan hakekat keagungan Allah, sehingga berani membangkangNya dan taat kepada iblis

Allah berfirman;

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan DENGAN KEJAHILAN, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa’ : 17)

 Ditulis oleh Ustadz Firanda Andirja MA حفظه الله

– – – – – – 〜✽〜- – – – – –

TAHLILAN ADALAH BID’AH MENURUT MADZHAB SYAFI’I

Ust. Firanda Andirja Lc

Sering kita dapati sebagian ustadz atau kiyai yang mengatakan, “Tahlilan kok dilarang?, tahlilan kan artinya Laa ilaah illallahh?”.
 
Tentunya tidak seorang muslimpun yang melarang tahlilan, bahkan yang melarang tahlilan adalah orang yang tidak diragukan kekafirannya. Akan tetapi yang dimaksud dengan istilah “Tahlilan” di sini adalah acara yang dikenal oleh masyarakat yaitu acara kumpul-kumpul di rumah kematian sambil makan-makan disertai mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah.
 
Lebih aneh lagi jika ada yang melarang tahlilan langsung dikatakan “Dasar wahabi”..!!!
 
Seakan-akan pelarangan melakukan acara tahlilan adalah bid’ah yang dicetus oleh kaum wahabi !!?
 
 Sementara para pelaku acara tahlilan mengaku-ngaku bahwa mereka bermadzhab syafi’i !!!. Ternyata para ulama besar dari madzhab Syafi’iyah telah mengingkari acara tahlilan, dan menganggap acara tersebut sebagai bid’ah yang mungkar, atau minimal bid’ah yang makruh. Kalau begitu para ulama syafi’yah seperti Al-Imam Asy-Syafii dan Al-Imam An-Nawawi dan yang lainnya adalah wahabi??!!
 
A. Ijmak Ulama bahwa Nabi, para sahabat, dan para imam madzhab tidak pernah tahlilan
 
Tentu sangat tidak diragukan bahwa acara tahlilan –sebagaimana acara maulid Nabi dan bid’ah-bid’ah yang lainnya- tidaklah pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga para sahabatnya, tidak juga para tabi’in, dan bahkan tidak juga pernah dilakukan oleh 4 imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad rahimahumullah).
 
Akan tetapi anehnya sekarang acara tahlilan pada kenyataannya seperti merupakan suatu kewajiban di pandangan sebagian masyarakat. Bahkan merupakan celaan yang besar jika seseorang meninggal lalu tidak ditahlilkan. Sampai-sampai ada yang berkata, “Kamu kok tidak mentahlilkan saudaramu yang meninggal??, seperti nguburi kucing aja !!!”.

Tidaklah diragukan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah kehilangan banyak saudara, karib kerabat, dan juga para sahabat beliau yang meninggal di masa kehidupan beliau.

Anak-anak beliau (Ruqooyah, Ummu Kaltsum, Zainab, dan Ibrahim radhiallahu ‘anhum) meninggal semasa hidup beliau, akan tetapi tak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah semuanya dikuburkan oleh Nabi seperti menguburkan kucing??.
 
Istri beliau yang sangat beliau cintai Khodijah radhiallahu ‘anhaa juga meninggal di masa hidup beliau, akan tetapi sama sekali tidak beliau tahlilkan. Jangankan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 bahkan sehari saja tidak beliau tahlilkan.

Demikian juga kerabat-kerabat beliau yang beliau cintai meninggal di masa hidup beliau, seperti paman beliau Hamzah bin Abdil Muthholib, sepupu beliau Ja’far bin Abi Thoolib, dan juga sekian banyak sahabat-sahabat beliau yang meninggal di medan pertempuran, tidak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 
Demikian pula jika kita beranjak kepada zaman al-Khulafaa’ ar-Roosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) tidak seorangpun yang melakukan tahlilan terhadap saudara mereka atau sahabat-sahabat mereka yang meninggal dunia.
 
Nah lantas apakah acara tahlilan yang tidak dikenal oleh Nabi dan para sahabatnya, bahkan bukan merupakan syari’at tatkala itu, lantas sekarang berubah statusnya menjadi syari’at yang sunnah untuk dilakukan??!!, bahkan wajib??!! Sehingga jika ditinggalkan maka timbulah celaan??!!
 
Sungguh indah perkataan Al-Imam Malik (gurunya Al-Imam Asy-Syaafi’i rahimahumallahu)
………
baca selengkapnya disini: http://www.firanda.com/index.php/artikel/fiqh/408-tahlilan-adalah-bid-ah-menurut-

KEMUNGKARAN ACARA MAULID YANG DIINGKARI OLEH PENDIRI NU KIYAI MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI RAHIMAHULLAH

Ust. Firanda Andirja

Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkara yang tidak dikenal oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib tidak pernah merayakannya, bahkan tidak seorang sahabatpun. Padahal kecintaan mereka kepada Nabi sangatlah besar…mereka rela mengorbankan harta bahkan nyawa mereka demi menunjukkan cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian pula tidak diragukan lagi bahwasanya para imam 4 madzhab (Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad) juga sama sekali tidak diriwayatkan bahwa mereka pernah sekalipun melakukan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karenanya sungguh aneh jika kemudian di zaman sekarang ini ada yang berani menyatakan bahwa maulid Nabi adalah sunnah, bahkan sunnah mu’akkadah??!! (Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh sufi Habib Ali Al-Jufri, ia berkata, “Maulid adalah sunnah mu’akkadah, kita tidak mengatakan mubah (boleh) bahkan sunnah mu’akkadah, silahkan lihat di https://­www.youtube.com/­watch?v=q8S5hoER­nsc)

Tentu hal ini menunjukkan kejahilan Habib Al-Jufri, karena sunnah mu’akkadah menurut ahli fikih adalah : sunnah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditekankan oleh Nabi serta dikerjakan oleh Nabi secara kontinyu, seperti sholat witir dan sholat sunnah dua raka’at sebelum sholat subuh. Jangankan merayakan maulid berulang-ulang,­ sekali saja tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pernyataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah sunnah mu’akkadah melazimkan kelaziman-kelaz­iman yang buruk, diantaranya :

Baca Selengkapnya di : http://firanda.com/index.php/artikel/lain-lain/404-kemungkaran-acara-maulid-yang-diingkari-oleh-pendiri-nu-kiyai-muhammad-hasyim-asy-ari-rahimahullah

FAEDAH ISTIGFAR DAN TAUBAT

Ust. Firanda Andirja

Ibnu Shubayh berkata :

شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”: اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كانَ غَفَّاراً. يُرْسِلِ السَّماءَ عَلَيْكُمْ مِدْراراً.

“Ada seorang lelaki mengeluhkan kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang musim kering, maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah !”. Lalu ada lelaki yang lain mengeluhkan kepadanya tentang kemiskinannya. Maka Al-Hasan berkata, “Beristighfarlah !”. Lalu datang lelaki yang lain seraya berkata, “Doakanlah untukku agar Allah menganugerahkan bagiku anak”. Maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah !”. Lalu datang lelaki yang lain yang mengeluhkan akan kebunnya yang kering. Maka Al-Hasan berkata kepadanya. “Beristighfarlah !”.

Kamipun berkata kepadanya tentang jawabannya tersebut, maka Al-Hasan berkata, “Aku sama sekali tidak berpendapat dengan pendapat pribadi, sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Nuh :

‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (Kisah ini disebutkan oleh AL-Qurthubi dalam tafsirnya pada tafsir surat Nuh, demikian juga An-Nasafi dan Fakhrurroozi dalam tafsir mereka)

Baca selengkapnya di :
http://www.firanda.com/index.php/artikel/151-lain-lain/388-faedah-istigfar-dan-taubat#page-2

Mengharap Kasih Sayang Nya

# Mengharap Kasih Sayang Nya#
Ust. Firanda Andirja MA

Al-Imam Asy-Syaukaani rahimahullah (wafat 1250 H) berkata dalam sya’irnya :

فَكَّرْتُ فِي عِلْمِي وَفِي أَعْمَالِي …. وَنَظَرْتُ فِي قَوْلِي وَفِي أَفْعَالِي
Aku merenungkan tentang ilmuku & amalanku….
Aku mengamati perkataanku & perbuatanku…

فَوَجَدْتُ مَا أَخْشَاهُ مِنْهَا فَوْقَ مَا …. أَرْجُو فَطَاحَتْ عِنْدَ ذَا آمَالِي
Maka aku dapati apa yg aku takutkan darinya melebihi apa yg aku harapkan darinya…maka sirnalah saat itu harapan – harapanku…

وَرَجَعْتُ نَحْوَ الرَّحْمَةِ الْعُظْمَى إِلَى … مَا أَرْتَجِي مِنْ فَضْلِ ذِي الأَفْضَالِ
Akupun kembali menuju rahmat (kasih sayang) yg luas…
kpd karunia yg aku harapkan dari Dzat Pemilik Segala Karunia…

فَغَدَا الرَّجَا وَالْخَوْفُ يَعْتَلِجَانِ فِي … صَدْرِي وَهَذَا مُنْتَهَى أَحْوَالِي
Jadilah harapan & ketakutan berseteru dlm dadaku…
inilah kesudahan kondisiku

(Nailul Wathor min taroojumi rijaalil yaman fi al-qorni ats-tsaalits ‘asyar karya Muhammad Zabaaroh As-Shon’aani, 2/302)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah adalah seorang ulama yg sangat terkenal, penulis buku Nailul Authoor, menjelaskan bahwa setelah menimbang – nimbang ilmu, amalan, perkataan & perbuatannya maka beliau mendapati bahwa semuanya tdk bisa diandalkan.

Apa yg beliau takutkan dari ilmu, amal, perkataan & perbuatan jika dihisab kelak lebih besar dari apa yg beliau harapkan..

Karenanya beliau hanya bisa mengharapkan kasih sayang yg luas dari Allah Ta’aala agar merahmati beliau…

Jika seorang Al-Imam Asy-Syaukani tdk ujub & bangga dgn ilmu & amal beliau, bagaimana lagi dgn sebagian kita yg pas-pasan ?? Atau sdh jelas pailit, minus, & defisit ??
Hanya rahmat Allah yg luas yg bisa kita andalkan…

Ya Allah berilah taufiq kpd kami agar senantias bersyukur & beramal sholeh…
senantiasa takut adzab-Mu & senantiasa berharap akan rahmat-Mu…

آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

NEKAT NGUTANG UNTUK NIKAH ?

Al-Imam Ahmad berkata:

يَنْبَغِي لِلْعَبْدِ فِي هَذَا الزَّمَانِ أَنْ يَسْتَدِيْنَ وَيَتَزَوَّجَ لِئَلاَّ يَنْظُرَ مَا لاَ يَحِلُّ فَيَحْبِطُ عَمَلُهُ

“Hendaknya seorang hamba di zaman ini berhutang untuk menikah, agar ia tidak melihat perkara yang tidak halal baginya, sehingga gugurlah amalannya” (Kitaab As-Sholaat wa hukmu Taarikihaa, karya Ibnul Qoyyim hal 65, tahqiq : Taisiir, al-Maktab al-Islaami, cetakan pertama 1981)

Kalau Al-Imam Ahmad mengucapkan hal ini di zaman beliau (164 H (780 M) – 241 H (855 M)), maka bagaimana lagi dengan zaman kita ini???

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang faedah nikah “Sesungguhnya nikah lebih menjaga kemaluan dan lebih menundukan pandangan”

Oleh karenanya para ulama (diantaranya Al-Lajnah Ad-Daaimah, Syaikh Bin Baaz, dan Syaikh al-Utsaimin) memfatwakan bolehnya memberikan uang zakat kepada seorang pemuda yang hendak menikah akan tetapi tidak punya biaya untuk menikah, karena kebutuhan menikah adalah kebutuhan yang mendesak.

Ust. Firanda Andirja Lc