Category Archives: Tanya – Jawab

Tj Jama’ah Wanita Shalat Tanpa Ada Hijab Dengan Jama’ah Pria

42. Tj – 321

Pertanyaan:
Izin bertanya Ustad : Di Masjid dekat komplek kami jika ada jamah wanita tidak menggunakan Sutroh dan hanya berdiri di belakang jamaah laki-laki, apakah hal ini di perbolehkan ?
بَارَكَ اللَّهُ فِيْك

Jawaban:
Ust. Fuad Hamzah Baraba’ Lc

Boleh. yan terbaik shaff yang paling belakang. Dan lebih baik lagi kalau ada hijab yang memisahkan anatara jama’ah laki-laki dan wanita.

Tj Apakah Ada Do’a Khusus Ibu Untuk Anaknya Setiap Habis Shalat ?

49. Tj – 199

Pertanyaan:

‘Afwan…apakah ada anjuran
Do’a Ibu kepada ALLAH SWT untuk Kesuksesan Anaknya :

(1) Allahummaj’al aulaadana kulluhum shaalihan wa thaa’atan.. artinya : ya اَللّهُ jadikanlah anak-anakku orang yg shaleh dan ta’at ber ‘ibadah.

(2) wa ummuruhum thowiilan = panjangkanlah umurnya.

(3) war zuqhum waasi’an = luaskan/lapangkan rizkinya.

(4) wa ‘uquuluhum zakiyyan = cerdaskan akalnya.

(5) wa quluubuhum nuuran = dan terangilah kalbunya.

(6) wa ‘uluumuhum katsiiran naafi’an = karuniakan/berikanlah ‘ilmu yg banyak dan bermanfa’at.

(7) wa jasaaduhum shihhatan wa ‘aafiyatan = sehatkanlah jasmaninya.

(8) Birahmatika yaa arhamar raahimiin = dengan rahmat Mu yg pengasih lagi penyayang.

Akan lebih baik dibaca ibu2 setiap habis shalat……;;) Semoga bermanfaat.

Apakah ini masuk perkara yg disunnahkan (membaca doa tersebut diatas), atau hanya karangan (karena ada anjura menunjukkan amalan setiap habis sholat). Jazaakumullah khayran

Jawaban:
Ust. Abu Riyadl, Lc

Tidak ada.

Tj Larangan Membaca Al Qur’an Di Pemakaman/Kuburan

Tj – 319

Pertanyaan:
Ana mau tanya : apakah ada hadist yg melarang langsung utk membaca al quran di kuburan?. شُكْرًا كَثِيْرًا

Jawaban:
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ

“Sesungguhnya diantara makhluk yang paling buruk (di sisi Allah) adalah orang yang masih hidup ketika terjadinya kiamat dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” (HR. Ahmad, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 216)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat keras sikap nya terhadap orang-orang yang beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang yang shalih. Kalau beribadah kepada Allah di sisi kubur saja, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap keras, tentu akan lebih keras lagi jika sampai beribadah kepada penghuni kubur tersebut.

Berikut adalah hadits-hadits mengenai larangan tersebut :
1. Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari’ Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha (salah seorang istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gereja dengan rupaka-rupaka di dalamnya yang dilihatnya di Negeri Habasyah (Ethiopia). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُولَئِكَ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ أَوِ الْعَبْدُ الصَّالِحُ؛ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِداً وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka itu, apabila ada orang yang shalih -atau hamba yang shalih- meninggal di antara mereka- mereka bangun di atas kuburnya sebuah tempat ibadah, dan mereka buat di dalam tempat itu gambar-gambar mereka; mereka itulah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah.

Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “mereka itulah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah” menunjukkan haramnya membangun masjid-masjid di atas pekuburan, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan hal itu. Perbuatan itu merupakan sarana yang mengantarkan kepada kekufuran dan kesyirikan, yang secara nyata merupakan kezhaliman yang paling besar.

Al Baidhawi berkata: “Tatkala orang-orang Yahudi dan Nasrani bersujud kepada kuburan para nabi dengan maksud mengagungkan derajat mereka, dan menjadikan kuburan-kuburan tersebut sebagai kiblat, yang mereka menghadap dalam shalat, serta menjadikannya sebagai berhala-berhala, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka”.

Imam al Qurthubi berkata,”Mula-mula, para pendahulu mereka memahat gambar-gambar tersebut agar mereka dapat menjadikannya sebagai suri teladan dan mengenang perbuatan-perbuatan shalih mereka, sehingga dapat memiliki kesungguhan beribadah yang sama seperti mereka; karenanya, mereka beribadah kepada Allah di sisi kuburan-kuburan mereka. Kemudian setelah mereka meninggal, datanglah generasi yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap agama, sehingga tidak mengerti maksud dari pendahulu mereka tersebut; lalu setan merasuki mereka dengan menyatakan, bahwa para pendahulu mereka tersebut sebenarnya telah menyembah rupaka-rupaka ini dan mengagungkannya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang terjadinya hal tersebut untuk menutup segala hal yang dapat mengarah ke perbuatan tersebut.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”(Mereka dikatakan sebagai makhluk yang paling buruk), karena memadukan dua fitnah sekaligus. Yaitu fitnah memuja kuburan dengan membangun tempat ibadah di atasnya dan fitnah membuat gambar-gambar.” Keduanya disebut fitnah, karena memalingkan manusia dari agama.

Beliau rahimahullah juga berkata,”Hal inilah yang dipakai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai alasan untuk melarang membangun masjid-masjid di atas kuburan-kuburan, karena telah banyak menjerumuskan umat-umat sebelumnya, baik ke dalam syirik besar maupun syirik lainnya yang lebih ringan. Banyak orang cenderung melakukan perbuatan syirik terhadap patung orang shalih dan patung-patung yang mereka anggap bahwa ia merupakan garis-garis rajah dari bintang-bintang, dan hal lain yang serupa dengan bintang. Ini terjadi, karena berbuat syirik dengan menyembah kuburan orang yang diyakini keshalihannya lebih terasa di dalam jiwa, daripada berbuat syirik dengan menyembah pohon atau batu.

Oleh karena itu pula, Anda mendapatkan ahli syirik memohon di sisi kuburan dengan penuh kesungguhan, penuh kekhusyuan dan sikap berserah diri, serta menyembahnya dengan sepenuh hati, padahal ibadah yang seperti itu tidak pernah mereka lakukan di rumah-rumah Allah ataupun di waktu tengah malam menjelang Subuh. Di antara mereka ada yang bersujud kepada kuburan itu. Ketika melakukan shalat dan berdoa di sisi kuburan tersebut, kebanyakan mereka mengharapkan keberkahan, yang tidak pernah mereka harapkan ketika berada di masjid-masjid.

Lantaran perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerusakan, maka dengan tanpa ragu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikisnya. Sampai-sampai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat di pekuburan secara mutlak, meskipun orang melakukannya tidak dengan maksud mengharapkan berkah tempat tersebut sebagaimana ia mengharapkannya ketika shalat di dalam masjid. Begitu pula beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya melakukan shalat pada waktu terbit dan tenggelamnya matahari, karena waktu-waktu tersebut digunakan oleh kaum musyrikin untuk menyembah matahari. Karenanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya shalat pada waktu-waktu tersebut, meskipun mereka tidak memiliki tujuan yang sama dengan tujuan kaum musyrikin tadi. Hal ini sebagai upaya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup rapat celah-celah menuju kesyirikan.

Adapun bila seseorang melakukan shalat di sisi kuburan dengan maksud untuk mendapatkan keberkahan melalui shalat di sisi kuburan tersebut, maka ini jelas merupakan sikap memusuhi Allah dan RasulNya, melanggar aturan agamaNya, mengada-adakan sesuatu di dalam agama yang tidak pernah Allah izinkan. Kaum muslimin telah bersepakat secara ijma’, bahwa di antara perkara-perkara mendasar dalam agama, yaitu mengetahui bahwa shalat di sisi kuburan adalah dilarang. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang mengfungsikan kuburan sebagai masjid. Karena itu, di antara perbuatan mengada-ada (bid’ah) yang paling besar dan merupakan sebab-sebab terjadinya kesyirikan adalah melakukan shalat di sisi kuburan dan mengfungsikannya sebagai masjid, serta mendirikan masjid-masjid di atasnya. Nash-nash dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal itu, dan memperingatkan pelakunya secara keras sangatlah banyak dan mutawatir. Seluruh kelompok umat secara jelas dan terang-terangan melarang untuk mendirikan masjid-masjid di atasnya, karena mereka mengikuti sunnah yang shahih dan sharih (jelas).

Para ulama pengikut Imam Ahmad dan ulama yang lain, yakni pengikut Imam Malik dan Imam Syafi’i, secara terang-terangan mengharamkan perbuatan tersebut. Ada juga yang menyatakan, hal itu sebagai perbuatan makruh, namun sepatutnya membawa maknanya kepada karahah at tahrim (makruh yang berindikasi pengharaman) sebagai tanda bersangka baik kepada para ulama yang menyatakan demikian, sehingga mereka tidak disangka membolehkan perbuatan yang secara mutawatir dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pelakunya beliau laknat.”

2. Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa ia pernah berkata: Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak diambil nyawanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun segera menutupkan kain di atas mukanya, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam buka lagi kain itu tatkala terasa menyesakkan napas. Ketika dalam keadaan demikian, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الَْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah (masjid)”.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu saat mendekati kematiannya, untuk memperingatkan umatnya dari perbuatan mereka (Yahudi dan Nasrani) itu. Seandainya bukan karena peringatan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, niscaya kubur beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
ditampakkan; hanya saja beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir, jika (kubur beliau) akan dijadikan sebagai tempat ibadah.”

Syaikh Shalih Alu asy Syaikh menjelaskan, ada tiga bentuk menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.

Pertama : Menjadikan kuburan itu sebagai tempat sujudnya. Bentuk yang paling bisa dipahami dari perkataan ‘mereka menjadikan kuburan tersebut sebagai masjid’ ialah, menjadikan kuburan sebagai masjid. Yaitu tempat melakukan
shalat dan sujud di atasnya. Demikian ini jelas merupakan sarana yang sangat berbahaya, dan paling merusak yang mengantarkan kepada syirik dan berlaku ghuluw kepada kuburan.

Kedua : Shalat ke arah kuburan. Makna menjadikan kuburan sebagai masjid dalam bentuk ini, yaitu seseorang shalat di hadapan kuburan dengan menjadikannya sebagai kiblatnya. Dengan kondisi ini, dia telah menjadikan kuburan sebagai tempat ia merendahkan dan menghinakan dirinya.
Masjid di sini bukan lagi semata-mata berarti tempat sujud –meletakkan dahi di atas tanah–, tetapi berarti tempat merendahkan dan menghinakan
diri. Mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid, maksudnya, menjadikannya sebagai kiblat. Karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat ke arah kuburan, karena merupakan salah satu sarana kepada sikap pengagungan kuburan.

Ketiga : Menjadikan kuburan berada di dalam suatu bangunan, dan bangunan itu adalah masjid. Jika yang dikubur itu seorang nabi, maka mereka membuat bangunan di atasnya. Mereka lantas menjadikan di sekeliling kuburan itu sebagai masjid dan menjadikan tempat itu sebagai tempat beribadah dan shalat.

http://almanhaj.or.id/content/2707/slash/0/larangan-beribadah-di-kuburan/

Tj Sutroh Bagi Makmum Masbuq

Apakah seorang masbuq masih diwajibkan menghadap sutroh untuk sisa rakaat sholatnya?

Penanya : Abu Zahroh

Jawaban :

Telah maklum bahwa orang yang melakukan shalat berkewajiban mendekat ke sutrah. Dan dilarang melakukan shalat tanpa menghadap sutroh. Yang dimaksudkan dengan sutroh pada shalat yaitu benda yang ada di hadapan orang yang shalat, minimal setinggi sehasta, untuk menutupinya dari apa-apa yang lewat di depannya. Sutroh ini dapat berupa tembok, tiang, atau lainnya.
Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُصَلّ ِ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ
Artinya:
“Janganlah engkau melakukan shalat kecuali menghadap sutroh.” (HR. Ibnu Khuzaimah; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shifat Shalat Nabi)

Nabi shalallahu alaihi wasallam- juga bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعْ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ
Artinya:
“Jika seseorang dari kamu melakukan shalat menghadap sutroh, maka hendaklah dia mendekat kepadanya, jangan sampai syaithaan membatalkan shalatnya.” (HR. Abu Dawud, no. 695; An-Nasai, no. 748; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani)

Adapun ukuran kedekatan tempat berdiri orang shalat dengan sutroh adalah kira-kira tiga hasta, sebagaimana diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, hadits no. 506.

Maka orang yang melakukan shalat itu harus mendekat ke sutroh, jika dia tidak melakukan berarti dia bermaksiat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Sutrohnya makmum adalah sutrohnya imam, karena sutrah di dalam shalat jama’ah merupakan tanggungan imam. Sehingga jika diperlukan seseorang boleh lewat di depan makmum, dan makmum tidak wajib menolaknya…

Lebih lengkap Silahkan KLIK :

http://m.klikuk.com/bagaimanakah-sutroh-makmum-masbuq/

Tj Bolehkah Shalat Saat Adzan Dikumandangkan

Pertanyaan Ai 199:

Ustadz, apakah boleh kita shalat bersamaan dengan waktu adzan ?

Jawaban:

Terdapat larangan untuk melaksanakan shalat sunah di tiga waktu larangan:

Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: «حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Ada tiga waktu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat atau memakamkan jenazah: [1] ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas benda (bayangan tidak condong ke timur atau ke barat), dan ketika matahari hendak terbenam, sampai tenggelam.” (HR. Muslim 831)

Demikian pula terdapat hadis yang melarang untuk shalat sunah ketika dikumandangkan iqamah shalat wajib, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu hurairah radhiallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Larangan ini untuk shalat sunah, sementara shalat wajib, seseorang dibolehkan melaksanakannya ketika dia tidak sempat mengerjakannya pada waktunya.

Adapun waktu adzan, tidak dijumpai adanya hadis yang melarang –berdasarkan yang kami pahami–, meskipun yang afdhal, hendaknya seorang muslim menjawab adzan terlebih dahulu dan berdoa setelah adzan, ketika panggilan mulia ini dikumandangkan.

Karena itu, banyak ulama dari kalangan Malikiyah (Madzhab Maliki) dan Hanabilah (Madzhab Hanbali) yang menegaskan makruhnya memulai shalat sunah ketika mendengar adzan. Disebutkan dalam mukhtashar Jalil:

وكره تنفل إمام قبلها، أو جالس عند الأذان

“Dimakruhkkan imam melakukan shalat sunah (sebelum khutbah), atau orang yang sudah duduk di dalam masjid, shalat sunah ketika adzan.

Ibnu Qudamah –ulama Madzhab Hanbali- mengatakan,

“Al-Atsram menceritakan, bahwa Imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang memulai shalat ketika mendengarkan adzan? Imam Ahmad menjawab:

‘Dianjurkan untuk melakukan shalat setelah selesai adzan atau hampir selesai adzan. Karena hadis menyatakan: ‘Sesungguhnya setan lari ketika mendengar adzan’. Karena itu, hendaknya tidak langsung berdiri melakukan shalat. Kalaupun dia masuk masjid kemudian mendengar adzan, dianjurkan untuk menunggu selesai adzan, agar bisa menjawab adzan, sehingga dia melakukan dua keutamaan (menjawab adzan dan shalat sunah). Andaipun dia tidak menjawab adzan, dan langsung shalat, itu tidak masalah’.” (Al-Mughni, 2:253)

Dari keterangan ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa selayaknya tidak melaksanakan shalat sunah ketika adzan, agar bisa menjawab adzan dan tetap bisa melaksanakan shalat sunah setelah adzan.

Disadur dari: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=24137

Pengecualian:
Pengecualian dari hal ini adalah ketika Anda masuk masjid ketika adzan shalat Jumat dikumandangkan. Karena jika Anda menunggu adzan, maka Anda tidak bisa mendengarkan khutbah Jumat dengan sempurna. Sementara mendengarkan khutbah Jumat lebih diutamakan dari pada mendengarkan adzan. Syaikh Ibn utsaimin menjelaskan,

ذكر أهل العلم أن الرجل إذا دخل المسجد وهو يسمع الأذان الثاني فإنه يصلي تحية المسجد ولا يشتغل بمتابعة المؤذن وإجابته , وذلك ليتفرغ لاستماع            لأن استماعها واجب , وإجابة المؤذن سنة , والسنة لا تزاحم الواجب

“Para ulama menjelaskan bahwa jika ada orang yang masuk masjid ketika mendengarkan adzan Jumat, maka dianjurkan untuk segera tahiyatul masjid dan tidak menunggu menjawab adzan. Ini dilakukan agar dia bisa konsentrasi mendengarkan khutbah. Karena mendengarkan khutbah hukumnya wajib, sementara menjawab adzan hukumnya sunah. Dan amal sunah tidak bisa menggeser amal wajib.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, no. 114)

http://www.konsultasisyariah.com/shalat-ketika-adzan/#axzz2V4tQx5NW

Tj Mengungkit Kesalahan Orang Lain

Pertanyaan Ai 367:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ust, bagaimana hukum mengungkit2 kesalahan orang lain?

Jawaban:

Ustadz Fuad Hamzah Baraba’ LC

Tidak boleh, itu bukan adab islam. Karena kita diperintahkan untuk menutupi, aib orang lain
Karena barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat nanti
Seperti dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Huraiarah  رضي الله عنه
Dari Nabi صلى الله عليه و سلم
من ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة

“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah tutup aibnya ‎​di dunia dan ‎​di akhirat”

Tj Majlis Dzikir

Pertanyaan Ai 367:

Apa sih majlis dzikirr Itu ?
Jawaban:

Ustadz Fuad Hamzah Baraba’ LC

مجالس الذّكْر هي مجالس الْحلَال والْحرام كيْف تَشْتَرِي وَتَبِيعُ وَتصلّي وتَصوم وتَنْكح وَتُطَلّق وتَحجّ وأَشْباه ذلك

Majlis dzikir adalah : majlis yang di dalamnya di bicarakan masalah halal dan haram, bagaimana hukum pembelian dan penjualan dan bagamana cara sholat, puasa , nikahh , talaq dan haji dan yang berkenaan dengan semua itu

Tj Hukum Foto Dengan Kamera

Pertanyaan Ai 49:

Ane kebetulan punya hobby fotografi.. Apakah fotografi termasuk dalam pembuat gambar / patung.   Sampai saat ini ane udah mulai mengurangi hobby yg 1 ini krn ane takut.   Mohon infonya. جزاك اللهُ خير اً

Jawaban:

#Hukum Foto dengan Kamera#

Jika kita sudah mengetahui secara jelas hukum gambar makhluk yang memiliki ruh, sekarang kita beralih pada permasalahan yang lebih kontemporer yang tidak dapati di masa silam. Mengenai masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:

Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.

Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:

Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri hafizhohullah-
yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama (kumpulan ulama besar Saudi Arabia).

Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat dengan alasan yang sudah dikemukakan.

#Catatan#:

Jika kami membolehkan foto dengan kamera, bukan berarti kami membolehkan menggantung foto di dinding atau memajangnya di halaman facebook. Karena hukum memajang itu ada pembahasan khusus dan berbeda dengan pembolehan foto kamera. Walaupun sebagian ulama membolehkan hal ini karena beralasan bahwa memajang di halaman web atau social media, tidak selamanya ada, sewaktu-waktu bisa hilang atau berpindah halaman. Namun dipajang sebaiknya ketika butuh saja seperti memajang foto sebagai identitas -jika memang butuh-, untuk kepentingan publikasi atau laporan yang mesti dengan gambar.

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ‬

”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu  gambar makhluk hidupbernyawa)” (HR. Bukhari no. 3224 dan Muslim no. 2106).

Hal ini menunjukkan terlarangnya memajang gambar yang memiliki ruh. Lihat pembahasan rumaysho.com mengenai masalah ini:

http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3370-hukum-memajang-foto-makhluk-bernyawa.html

http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3643-hukum-mengambil-foto-dengan-kamera-.html

Wallahu a’lam bisshowab

Tj Memakai Jam Di Tangan Kanan

40. Tj – 2

Pertanyaan:
Ustadz bgmn hukum pemakaian jam tangan di sebelah kanan?

Jawaban:
Ust. Fath El Bari Lc

#Jam di tangan kanan#

Sebagian ulama berpegang dengan keumuman hadis Aisyah lihat kitab “Umdatul Ahkam” hadis no 10. Yakni Rasululloh menyukai memulai sesuatu dari kanannya. Dan juga dalam kitab “Mukhtashor Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah Imam Tirmidzi” karya Syekh Al-Albani hadis no 77-81, 83-84.. (( Bahwa Nabi mengenakan cincin di tangan kanannya)).

Maka mengenakan jam ataupun cincin di tangan kanan ebih afdhol.

» Dan sebagian ulama juga mengatakan mana saja dibolehkan. Karena ada dalil yg lain seperti dalam kitab “Mukhtashor Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah” hadis no 82. ((Hasan dan Husain cucu Rasulillah memakai cincin di tangan kiri mereka)).

Jadi  masalah ini luas, jangan sampai menjadi bahan diskusi berkepanjangan, apalagi akan menghabiskan waktu sia-sia. Jangan sampai dijadikan barometer sunnah atw tidaknya seseorang, atw bahan untuk menguji ini ahlussunnah atw tidak.

Karena di sana masih banyak ilmu yang lebih harus dan wajib untuk digali dan diketahui yakni Tauhid.

Wallohu a’alam.

Tj Membeli HP Curian

39. Tj – 399

Pertanyaan:
لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Mau tanya, affwan kalau di anggap nyeleneh.
Jika si A  membeli Hape dari sebuah counter, waktu transaksi, si A tidak tau kalau itu hape curian.
selang berapa lama, Hape itu diketahui hape curian karena bisa kedeteksi (Hape BB).
Bagaimna status barang pembelian Si A???
Apakah haram???

Jawaban:
” Siapa saja yang terlanjur membeli barang yang diketahui adalah hasil curian maka dia
punya kewajiban untuk mengembalikan barang tersebut dan mengambil kembali uang pembelian. Ini wajib dilakukan karena transaksi jual beli yang terjadi antara penadah dengan pencuri adalah transaksi jual beli yang tidak sah.

Adapun barang yang sudah terlanjur dibeli, lalu timbul keraguan bahwa jangan-jangan barang tersebut adalah barang curian–namun pembeli sendiri belum bisa memastikan dan menegaskan hal tersebut–maka barang yang sudah dibeli tidak harus dipulangkan, karena pada asalnya, transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi yang sah.”

http://pengusahamuslim.com/hukum-beli-barang-dari-penadah-barang-curian